Minggu, 23 Maret 2008

Gairah Nakal Seorang Perawan Tua 04

Sambungan dai bagian 03

Di atas tubuhku Mbak In bergeser pelan, memutar pinggul, goyang kanan kiri. Serba pelan. Kali ini dia tidak banyak bicara. Cuma merem melek sambil ah.., uh.., ah.
Akhirnya aku tidak tahan. Vagina perawan tua itu tiba-tiba seperti menyempit dan menyedot penisku.
"Mbak, Aku mau keluar., Mbak!", Mbak In cuma menciumku dengan mesara. Keringatnya menetes di wajahku. Aku tidak ingat apa-apa lagi. Rasanya seluruh cairan kelelakianku tersedeot. Seluruh tubuhku seperti diperas. Inilah orgasme hebat yang jarang kualami. Ternyata aku tidak muncrat, cuma mengalir pelan tapi banyak maninya. Saat itu juga Mbak In orgasme. Tubuhnya mengejang, menggelepar di atas tubuhku, dengan keringat membasahi tubuh. Bau ketiaknya kian merangsang.

Dia terpejam menikmati orgasmenya yang pertama kali lewat persetubuhan.
"Oh indahnya. Terima kasih Gus", katanya.
Tidak ada jeritan liar yang menyebutkan segala genital dalam bahasa sehari-hari. Tidak ada teriakan tertahan. Semuanya begitu lembut, hangat, dan indah. Aku merasa seperti perjaka yang kelepasan kemurniannya. Kalo Mbak In sih jelas, perawan tua yang terlepas keutuhannya, dengan lembut, tanpa robekan selaput yang menyakitkan, tanpa darah karena koyakan.

Sampai terang matahari kami masih berpelukan. Kami berdua bolos kerja. Mandi berdua pakai air hangat, alangkah segarnya. Lalu tidur. Siangnya setelah makan kami bersetubuh lagi. Aku yang di atas. Air maniku masih bisa membanjir, menggenangi vaginanya. Lalu istirahat. Sore bersetubuh lagi.

Hari-hari selanjutnya persetubuhan menjadi rutin. Entah sudah berapa cc air maniku mengalir ke vagina perempuan berusia 42 tahun ini, tapi masih seperti vagina gadis remaja karena tidak pernah dipakai itu. Semua adegan BF kami tiru, kami coba. Mbak In makin pintar. Juga makin buas. Indriani si jembut lebat, dengan vagina coklat dan clitoris sebesar mete ini memang wanita yang tepat untuk menguras syahwat. Indriani, kenapa sih birahimu kau simpan sekian lama, tersembunyi dalam vagina gelap dan bulu lebatmu? Demi karierkah kau menahan nafsu betinamu? Kau buang hari-harimu tanpa merasakan cipratan mani dan sodokan penis pada cervix-mu.

Aku semakin terikat padanya. Aku makin menyayanginya. Inikah cinta? Sayang seribu satu sayang, Mbak Indriani si lajang kesepian bersyahwat dahsyat itu tidak pernah membicarakan soal asmara. Tak adakah cinta di kamus hatinya? Tak adakah cinta di ujung vaginanya, agar kelak bisa berbuah janin?

Banyak sudah variasi yang kami lakukan. Hanya satu yang belum. Mbak In membiarkan mani muncrat di wajahnya, begitu pula kepada mulutnya, padahal aku ingin sekali, karena setiap kali masturbasi itulah termasuk yang kubayangkan.

Hari ini ulang tahunku ke 25. Kami bercinta. Waktu ditanya apa permintaan istimewaku, maka aku jawab, "facial cumshot kayak di VCD porno".
Surprised! Mbak In mau. Tapi dengan syarat aku harus bisa membuatnya orgasme terlebih dahulu. Ya maka kami bersetubuh dengan posisi dia di atas.
Berkali-kali dia mengingatkan, "Awas, jangan muncrat dulu Gus..!".
Kalu aku sudah mau keluar, Mbak mencabut vaginanya, lalu meloncat dan menggesek-gesekkan vaginanya ke mukaku. Mulutku melumat habis vagina dan clitoris-nya sampai aku minum cairan vaginanya banyak sekali. Begitulah sampai akhirnya dia klimaks, sambil bicara keras.
"Akan aku habisin manimu.., manniimuu.., mhann..nhii..muu.., spermaamu.., pake mulutku untuk pertama kalinya Gus!".
Semoga tetangga tidak ada yang mendengar. Mbak In kalau sudah di puncak birahi memang tidak bisa mengontrol diri. Pingin teriak yang tabu-tabu. Kadang setengah menjerit, "burungll" atau, "Memekku! Memekku! Memekku..".
Tapi aku justru malah senang. Malah tambah terangsang. Aku paling suka kalau melihat dia menjadi jalang, jadi budak birahi. Nah begitu selesai klimaksnya dengan banjir cairan vagina, Mbak In langsung melumat penisku.

Inilah kelebihan wanita. Biar belum pernah melakukan oral seks di penisku, toh terampil juga. Dia hisap, dia kocok, dia jilat, sedot, lumat, kocok, sampai akhirnya aku tidak tahan. Menjelang puncakku, Mbak In melepaskan mulutnya. Si lajang penuh birahi itupun turun dari ranjang, lalu bersimpuh di lantai. Aku disuruhnya bangun dan berdiri. Maniku sudah tidak tahan. Lalu dia mengocok lagi penisku sambil jongkok, sementara aku berdiri.
"Mbak pake satu tangan aja. Tangan Mbak yang satunya diangkat, biar aku muncrat sambil menikmati jembut ketek yang fantastis itu..", pintaku. Oh, dia menurutiku. Maka tangan kiri mengocok pelan penisku, tangan kanan terangkat, merentang lengan, sampai ketiaknya terlihat jelas. Penisku semakin menegang. Jilatannya makin gila. Kocokannya makin habat.
"Mbaak..", aku menjerit tertahan. Semuanya berlangsung cepat. Maniku muncrat, "Crat.., crat.., crat", Masuk ke mulutnya, tapi tidak tertampung semuanya. Jadilah membasahi pipi dan hidungnya. Bibirnya belepotan mani. Sebagian menetes ke payudaranya yang mungil tapi keras kenyal itu.
"Enak juga mani ternyata", katanya setelah kami terengah-engah duduk di lantai. Kami istirahat.

Pagi esoknya ketika aku masih tertidur, aku terbangun. Karena ternyata penisku sudah dihisap si lajang 42 tahun yang sekarang haus mani itu.
"Iya Mbak ini jamu, biar awet muda. Buat facial bisa bikin wajah kiencang", kataku.
"Katanya sih gitu. Temen-temen itu juga pada minum mani dan dipakai buat cuci muka", katanya sambil terus mengocok penisku.

Akhirnya maniku mengalir dan menjadi jamu yang langsung dihisep semuanya. Mbak Indriani memang hebat. Kali ini tidak ada air maniku yang tercecer. Semuanya masuk ke mulut dan ditelannya. Eh, tidak semua sih. Jarinya sempat masuk ke mulut, lalu mengoleskan mani encer itu ke puting susunya. Sebagai hadiah, aku oral vaginanya. Aku sibak bibir besar di mulut vaginanya dengan jari, lalu mulut aku runcingkan, dan srupp.., masuk ke pintu liang vaginanya. Lidahku menjilat, mulutku menyedot. Semua bagian terkena, dinding luar vagina, labia mayora, labia minora, clitorinya yang sebesar kacang mete itu. Dan terakhir.., aku masukkan pula jariku, berputar-putar di dalam, menggapai G-Spot Mbak In, sementara bibir dan lidahku menggarap daerah pembangkit birahinya. Tentu saja Mbak Indriani jadi blingsatan.
Ketika dia menjerit, "Itilkuu lepas..", saat itulah vaginanya membanjir dan membasahi tenggorokanku, asem asin rasanya. Dan bulu vaginanya itu basah kuyup, oleh campuran lendir vagina dan ludahku. Hari ini memang nikmat sekali.

Setelah itu, hari-hari selanjutnya, seks kami makin gila. Kalau main 69 seringkali sampai air maniku muncrat di mulut mungilnya itu. Tapi Mbak In masih haus variasi. Pingin seperti di BF yang bermacam-macam gaya.

Sudah enam bulan hubungan kami terjalin, dengan penuh birahi dan mani. Mbak In seperti orang yang baru mengenal seks. Memang ya, baru kenal. Makanya keranjingan bersetubuh. Maunya penis dan mani. Beginikah kalau wanita dewasa melajang terlalu lama, obsesinya cuma penis dan mani lelaki, dan yang namanya onani tidak memuaskan dirinya sendiri.

Suatu kali Mbak punya permintaan gila, ingin main bertiga dengan cewek lain. Aku yang harus mencari ceweknya. Tapi itu soal kecil. Aku dulu, sebelum sama Mbak In, suka jajan, jadi punya langganan cewek nakal. Langgananku yang aku sukai adalah Susi. Tubuhnya sintal, kulitnya putih, payudaranya 38, bulu vaginanya tipis, vaginanya merah. Dia jago oral seks. Aku mengontak ke handphone Susi dan dia setuju. Kami janjian di motel Pondok Nirwana di Cawang. Ngakunya sih dia juga kangen.

Di motel aku dan Mbak In check in ke kamar VIP, menutup rolling door, lalu nonton video yang disiarin di TV yang tergantung di atas. Isinya orang bersetubuh, kebetulan main keroyokan, satu pria menghadapi empat perempuan. Puncaknya air maninya menjadi rebutan empat mulut mungil. Wah aku juga mau tuh! Sambil nonton kami petting. Aku cuma memakai celana dalam. Mbak In memakai lingerie satin putih yang tembus pandang, sehingga bulu vaginanya lari kemana-mana.

Ketika Susi datang, Mbak In seang pipis. Tidah tahu, kenapa lama sekali di toilet ya. Padahal begitu Susi datang kami langsung berciuman karena kangen. Ketika berpelukan aku tambah ereksi. Susi memakai rok mini dan koas you can see ketat. Langsung kulepas CD-ku.
"Ya ampun Gus, udah napsu banget ya.., Apa nih, minta diisep dulu apa langsung tancep ke memek?".
Aku tidak menjawab, Susi langsung jongkok mengisap penisku. Sambil dikocoknya pelan. Sudah biasa tuh kami kencan di sini. Ketika sedang nikmat-enaknya dioral, eh Mbak In keluar. Susi tentu saja kaget dan malu. Dia salah tingkah. Mbak In segera mengatasi keadaan.
"Nggak usah malu, Sus. Ini memang mauku. Aku pingin belajar dari kalian".

Lalu aku menjelaskan kalau kami butuh selingan. Aku mengaku kami ini pengantin baru. Susi agak heran, kok aku memanggil "istriku" itu Mbak. Tapi namanya saja bisnis, Susi minta tambah. Kalau sendirian melayani aku Rp 300.000, maka kali ini minta Rp 500.000.
Mbak In karena nafsunya sudah di ubun-ubun, mengiyakan saja. Uang dia kan banyak.
"Aku udah sediain cash cukup kok hari ini..", Hebat juga si jembut lebat ini, bisa mengantisipasi.
"Mbak pinginnya gimana?", tanya Susi.
Ternyata Mbak In maunya melihat dia striptis, setelah itu pingin melihat dia bersetubuh denganku. Susi mau. Aku dan Mbak melihat striptisnya dari ranjang sambil saling merangsang. Makin hebat striptisnya Susi, Mbak In makin basah. Padahal Susi belum telanjang.

Ketika Susi telanjang, Mbak In kian terbakar. Dia meniru Susi mempermainkan payudara dan puting susunya. Dia juga meniru waktu Susi memasukkan dua jari ke vagina lalu menjilatinya. Aku tentu saja makin ereksi.
"Oh gini rupanya cara merangsang lelaki", kata Mbak In. Ketika Susi nungging, lalu memasukkan jarinya ke vaginanya dari belakang, Mbak In menirukannya. Waktu Susi menyodorkan telapak tangannya untuk minta ludahku, yang mana tangan basah itu akhirnya dia oleskan ke vagina dan anusnya, Mbak In juga ikut. Jadi kering tuh tenggorokanku. Susi sambil nungging memasukkan jari ke anusnya, Mbak In mengikutinya. Hanya satu yang Mbak In tidak bisa, menjilati putingnya sendiri.

Akhirnya aku punya ide. Susi aku minta berdiri, mengangkat lengan, lalu menjilati ketiaknya. Mbak In yang duduk bersandar di atas kasur ikut mencobanya. Wow, seksi sekali. Ketiak lebat itu basah oleh jilatannya sendiri.

Akhirnya Mbak In tidak tahan waktu melihat Susi mengangkangkan satu kaki di atas ranjang, sambil meremas vaginanya yang merah yang berbulu tipis itu. Susi, gadis sipit dari Pontianak itu memang sensual dan erotis. Mbak In terengah.
"Udah giliranku dulu baru kamu Sus. Ayo Gus, mana burungmu..".

Aku menarik Mbak In ke sofa. Aku duduk seperti memangkunya, lalu Mbak In jongkok di atas pangkuanku sambil mengangkang, dengan begitu penisku bisa menembus vagina Mbak In yang lebih gelap dari Susi. "Blkess..", nikmat sekali masuknya karena sudah licin vagina Mbak In si lajang gila seks. Susi hanya melihat saja. Akhirnya dia punya inisiatif. Dia ciumi vagina Mbak In dan penisku, sementara pantat Mbak In naik turun.
Jadi begini posisinya. Mbak In mengangkang di pangkuanku, menghadap ke depan, dengan vagina tertembus penis, sementara Susi nungging di depan sofa dengan muka menempel di kemaluan kami. Jilatan Susi kian menggila. Ketika penisku keluar, karena meleset gara-gara vagina Mbak In sudah banjir, segera ditangkapnya dan dikocok. Sementara mulutnya masih menggarap clitoris dan vagina Mbak In.

Mbak terengah-engah. Kadang menjerit. Susi memang pintar. Jam terbangnya sebagai wanita nakal tahu bahwa penisku mau muncrat. Maka peniskupun digenggamnya erat, agar kecekik, sehingga maniku tertahan. Sementara itu mulut dan tangan kanan Susi sibuk menggerayangi tubuh Mbak In. Si Mbak rupanya sudah tidak peduli kalau penisku sudah tidak di dalam vaginanya lagi. Oralnya si Susi telah melambungkannya ke alam birahi ternikmat di dunia.

Akhirnya Mbak In mencapai klimaks. Aku dengar suara mulut Susi mengisap-isap cairan vagina Mbak. "Slrpp..". Beberapa kali Mbak In klimaks, sampai akhirnya menjerit, "Memek, memek, memekkuu.., nggak tahan.., Lu memang lonte hebat Susi.., Ajarin aku buat menikmatin seks.., Auhh.., itilku mau lepas, aku kebelet pipis, memekku mau pecah.., Mana burung, mana mani..".
Semakin seru ucapan Mbak In di ambang puncak dari segala puncak birahinya.

Akhirnya semuanya usai. Mbak In terkulai, dengan vagina memerah basah, begitu pula bulu lebatnya yang basah kuyup, karena campuran cairan vagina dan ludah si amoy Susi. Mbak Indriani turun dari pangkuanku, lalu merebahkan diri di kasur. Aku sudah tidak tahan. Maka segera aku kocok penisku.
Susi tiba-tiba bilang, "Jangan Gus. Itu buatku. Lu pikir gue nggak kangen juga. Biar lonte gue juga butuh nikmat lho.."

Susi rebah di ranjang, di sebelah Mbak In, lalu mengangkang, dan penisku ditariknya. Lalu, "Bles..". Baru dua menit aku sudah muncrat habis-habisan. Tapi aku tahu siapa Susi karena aku langganannya. Justru ketika aku muncrat itulah dia mulai beranjak orgasme. Ketika penisku melemas, dia seperti berpacu dengan waktu, agar bisa mencapai puncak, sementara vaginanya kian licin karena sperma, dan penisku bisa tergelincir keluar.

Akhirnya dia puncak juga. Dan memberi servis extra, melumat penisku yang melemas dengan mulutnya, sampai penisku betul-betul mengerut kecil dan kering maninya. Setelah itu kami istirahat, memesan makanan yang diantar oleh pelayan. Kami telanjang. Pelayan motel tidak bakal melihat, karena nganternya cuma dari lubang.
"Gua mau mandi ah", kata Susi. Dia memang cuma makan sedikit, sehingga dengan nikmat bisa mutusin buat mandi. Begitu shower di kamar mandi terdengar, Mbak In meraihku.
"Masih bisa berdiri nggak, Gus?".
"Aduh, aku capek Mbak, udah lemas..".
"Ya udah, kita 69 aja ya.., Aku lagi birahi tinggi nih.., Biasa, mau mens Gus".

Lalu kami ber-69. Mula-mula aku keringkan vagina basah dengan bulu yang awut-awutan dengan celana dalam Mbak In. Itu yang sering aku lakukan, mengepel vagina dengan underwearnya Mbak In.

Setelah vaginanya kering, aku jelajahi dengan mulutku. Rupanya cairan vagina Mbak In juga sudah habis. Jadi aku harus mengeluarkan saliva-ku agar vaginanya basah. Karena aku berposisi 69 di atas, maka kusibak lubang itu selebar-lebarnya, lalu aku ludahi. Setelah basah, aku mengulum clitoris Mbak In yang sebesar mete itu.

Setelah kami berukar posisi. Dia di atas. Setelah itu jariku masuk ke vaginanya. Satu jari dulu, jari tengah, keluar masuk, berputar-putar, menjelajahi lubang si lajang jalang. Lalu dua jari, jari tengah dan telunjuk. Selama dalam lubang, sebisa mungkin aku membentuk tanda V, sambil mengeksplorasi liang Mbak Indriani. Dia mulai terangsang. Mulai merintih. Mulai basah. Akhirnya tiga jariku masuk ke vaginanya, dan berputar-putar.
"Gilaa.., kenapa nggak dari dulu kamu lakukan Gus? Teruss..".
Karena di atas, Mbak lebih leluasa. Pinggulnya terus bergerak. Aku sempat kehabisan napas, soalnya hidung dan mulutku digusel vagina dan bulu vaginanya tiada henti, sehingga oksigen terhambat masuk ke mulut dan hidungku. Mbak In sendiri makin kuat mengulum dan mengocok penisku. Akhirnya aku ereksi sedikit, dan akhirnya bisa berdiri tegak.
"Terus Mbak, dikocok, diemut, dijilat.., Terus.., sampe keluar maniku..".
"Sayang banget kalo kamu muncrat sekarang. Masukin dulu ke lubangku, baru kamu boleh muncrat..".
"Tapi Mbak di atas ya..".
Mbak In tidak menjawsab, tapi langsung ganti posisi. Dia menindihku dan dalam sekejap vaginanya tertembus oleh penisku. Dia terus bergerak. Keringatnya membanjir. Lipstiknya habis. Rambutnya acak-acakan. Tapi entah mengapa dia jadi kelihatan cantik sekaligus jalang.
"Gus kamu tahan nafsumu, jangan ikutan aktif, biar nggak nggak cepat muncrat..". Lalu dia memacu diri.

Saat itulah Susi keluar dari kamar mandi, cuma dililit handuk.
"Ayo Susi sayang, bantu aku..".
Susi ketawa, "Udah tuntasin aja secepatnya Mbak..".
"Ayo Sus..", kata Mbak In.
"Tapi tambah Rp 75.000 ya?".
"Terlalu lu Sus.., Komersil banget sih?".
"Gue kan nyari nafkah Mbak.." Sambil menjawab, Susi sudah duduk di samping kami. Tangannya meraba biji pelirku.
"Gini deh, mulut gue udah capek nih. Gimana kalo pake jari, tapi gratis?".

Mbak In yang terengah-engah itu tidak menjawab. Yang terasa sekarang adalah penisku seperti punya teman di lubang. Jari tengah Susi ikut menembus vagina Mbak In. Mbak In blingsatan. Mulai ngomong jorok.
"Bagus, Sus, bagus.., Gila, itil gue lu jepit pake jari ya?, Uhh", Mbak In kian berkeringat. Aku tidak melihat apa yang sedang trjadi, karena posisiku tidak memungkinkan untuk tahu. Bayangkan, Mbak In di atas, dan terus menciumiku. Aku tahu, birahinya mulai menanjak kencang. Yang pasti kurasakan jemari Susi bermain-main di kemaluan kami.
"Gila! Gila! Gila Gus! Dua jari njepit itilku, lalu jempolnya masuk dubur.., Terlalu Gus! Nikmat Gus! Gila Gus. Jempolnya udah digantiin jari lain.., gilaa, Uhh aku sampai puncak!".

Mbak In bergerak liar, akibatnya penisku terlepas. Tapi dia tidak mempedulikan penisku lagi, soalnya jemari Susi terus memburu, menggarap clitoris dan anus. Akhirnya Mbak In terkulai setelah menjerit, "Akuu!". Aku sendiri segera mengocok penisku. Tidak sampai semenit penisku sudah mendidih dan siap muncrat. Dengan segera aku bangkit, memiringkan badan, dan mengarahkan penisku ke wajah Mbak In yang tergolek kelelahan dengan nafas terengah-engah. "Cratt.., tes.., tes..", Air maniku menyiram wajah Mbak In yang siang ini tampak cantik sekali. Kena pipinya, hidungnya, bibirnya, bahkan matanya. Itulah salah satu petualangan seks-ku dengan Mbak Indriani..

TAMAT

Gairah Nakal Seorang Perawan Tua 03

Sambungan dai bagian 02

Dengan jari kuelus permukaan vaginanya. Dia menggelinjang. Dua jempolku kembali menempel di kedua sisi bibir vaginanya, sehingga bisa merentang mulut vagina.
"Namanya apa sih Mbak?", aku menggoda.
"Bego kalo kamu nggak tahu!".
Aku terus menggoda, "Namanya apa sih? Sebutin dong, Mbak..".
"Payah kamu! Udah sering ngerasain, sering nyoba, masih nggak tau juga".
Aku diam saja, nggaktidak melakukan tindakan pada pemandangan di depan mukaku itu.
"Apa dong Mbak namanya?".
"Tauk ah!".
"Apa dong?".
"Dikira-kira sendiri. tau?".
"Apa dong?".
"Ahh.., bawel amat sih!".
"Apa dong.., lleelelelhett.., sebutin dong llelelelelhet", aku menggodanya sembari memainkan lidah di labia dan kclit.
"Auhh.., gila. Nakal".
"Apa dong, clat, clat, clatt..", lidahku semakin nakal, lalu aku hentikan.
"Kamu sendiri nyebutnya apa Gus?".
Aku jawab, "Vulva, ada klitorisnya, ada labia majora dan minoranya..".
"Uh kayak guru biologi aja, Gus. Pake nama latin segala..".
"Habis apa dong..".
"Malu ah.., udah tahu kan? Tabu buat disebutin, tapi aku sering ngebayangin juga sih..".
"Kok ngebayangin?".
"Iya, kalo lagi masturbasi aku sering mendesis-desis nyebutin kata-kata tabu, sambil memacu diri menuju orgasme bersama pria seksi.., Rasanya pingin ngelepasin semua hambatan gitu. Kamu ini mulai mancing ya?".
"Maksud Mbak?", aku tanya sembari menjilati bagian basah itu.
"Iyah, aku kan sering ngebayangin hal-hal yang terlarang termasuk ucapan-ucapan terlarang. Jadinya kalo lagi on, waktu masturbasi, ya nyebutin satu demi satu bagian terlarang.., Ahh kamu nakal, lidahmu pintar, udah sering yahh. Aduh.., geli!".
"Hmm.., ayo dong Mbak..".
"Iyahh sekalian basah, sekalian dibuka deh rahasia ini. Kalo lagi masturbasi aku sering nyebutin ini.., Aahh geli, nikmat terusin.., Aku sering nyebutin ini.., Ah kamu nakal!".
Iya, gimana bisa ngomong lengkap, kalau mulutku semakin aktif dan binal menggarap pusat kewanitaannya?
"Aku sering berbisik, kadang juga berteriak, sih.., Itil, memek, jembut, burung, mani, itil, memek, burung, jembut, Gus!".
"Lagi Mbak..", Aku senang mendengar kata-kata tabu itu.
"Memek, iyaa.., me..mheekk.., iitt..theeiill.., jemm boutt.., kuonn..tuuoll.., Gila nikmat banget teknik oralmu!".
"Ini Mbak burungku!" Aku berdiri, aku mengacungkan penisku ke mukanya.
"Woouwww.., tambah gede. Udah ngerasain berapa memek nih?".
"Pegang Mbak.." Dia memegangnya. Lalu mengelus. Akhirnya mengocok pelan.
"Isep dong..".
"Ah nggak. Entar ajah.., Aku masih takut..".

Aku tidak mau main paksa. Aku sadar sedang mengajari cewek mengenal pengalaman pertama. Biar umurnya sudah matang, tapi pengalaman masih nol. Lalu Mbak In kuminta jongkok di mukaku, sementara aku rebahan di karpet, kepalaku diganjal bantal.
"Sekarang Mbak yang aktif ya.., anggap aja lagi onani..".
Wow! Tanpa penjelasan lebih lanjut dia langsung memainkan kemaluannya di mukaku, terutama di hidung dan mulutku. Namanya saja naluri? Biar tidak pengalaman, masih perawan, tapi kalau usia sudah matang, juga dia sering nonton film porno, sehingga tidak rikuk lagi menghadapi hal tersebut. Mbak In jadi pintar dalam waktu sekejap. Kadang dia jongkok mengambang, sehingga kemaluannya cuma mengambang di mukaku, tapi kadang juga menekan seperti menduduki wajahku. Begitu banyak cairan membajir dari liangnya.

Sekitar 10 menit hal itu berlangsung. Maju mundur, geser kanan kiri, berputar, begitu terus. Sampai akhirnya.., "Ahh gila.., mhemm..mhekkuu.., itt..tillku.., Auhh.., Memek! Itil! Ayo jangan berhenti.., aku nggak kuat Gus!".
Ah ini dia awal orgasme hebat. Tubuhnya mulai mengejang. Lalu kedua lutut Mbak In tergetar. Tidak ada suara dari mulutnya. Kemudian tubuhnya membungkuk. Dan akhirnya setengah telungkup di atas tubuhku. Kurasakan cairan vagina terus membanjiri wajahku, memasuki hidungku, tertelan oleh mulutku. Tubuh Mbak sudah basah oleh peluh.
"Terima kasih, Gus..", bisiknya.

Dia menggelindingkan tubuh di sampingku. Nafasnya tersengal-sengal. Aku bangun berdiri. Dia masih rebahan. Kupandangi tubuhnya yang mengkilat, dengan kaki mengangkang dan lengan terentang hingga ketiaknya yang lebat itu tampak. Ah indahnya kejalangan seorang Mbak In!
Dia memandangi penisku yang teracung tegak. Aku pegang batangku. "Jangan sekarang", katanya. Aku mengalah. Padahal nafsuku sudah sampai ke ubun-ubun.

Lantas Mbak In kubimbing untuk berdiri, duduk di sofa, dan aku ambilkan minuman untuknya.
"Thanx..", katanya.
"Mbak capek?", tanyaku. Dia mengangguk.
"Sini aku pijitin", kataku.
Dia menurut ketika aku telungkupkann tubuhnya di sofa. Aku mulai memijat kakinya, lalu pinggangnya, dan punggungnya.
"hh.., nikmat.., kamu pinter, Gus".
Saat itu penisku mulai mengendor. Nafsuku mulai berkurang.

Sekitar seperempat jam itu kupijati dia. Kini giliran mulut dan hidungku menciumi punggungnya, pinggangnya, pantatnya, dan entah apa lagi, pokoknya oral seks kupraktekkan lagi. Lendir mengalir membanjir. Penisku menegang lagi. Beberapa tetes mani beningpun keluar karena tidak tahan oleh birahiku yang kian menggila.
"Aku basah Mbak", kataku.
Mbak In menoleh melihat penis tegakku yang pucuknya basah. Dia terbelalak. Lagi-lagi posisi tadi berulang. Bau keringat dan cairan vagina bercampur. Aku tidak tahu sudah berapa cc menghirup lendir encer yang keluar dari lubang vagina si perawan tua ini. Beberapa kali dia mengejang. Mungkin empat kali. Dan puncaknya adalah, "Mememekku Guss.., Itiillku.., nggak tahan. Itillkuu mauu lepass.., Auh!".
Dia orgasme hebat. Vaginanya seperti menyempit tiba-tiba.

Kami sama-sama lelah. Lalu beristirahat.
"Mandi air hangat yuk", kataku.
Kami ke kamar mandi, menyegarkan diri dengan shower. Tanpa percumbuan, tanpa birahi, tanpa nafsu. Saling menyabuni dan mengeramasi. Penisku sudah mengecil.
"Lucu ih", kata Mbak In sembari meremas penisku yang terkulai. Lalu kami tidur. Berpelukan dalam kamar sejuk ber-AC. Dengan segera aku terlelap karena kecapean.

Kami tertidur, sudah jam 3 pagi lebih. Capek dan ngantuk sekali. Ototku seperti terurai. Kami berpelukan di ranjang Mbak In, ranjang perawan tua yang selalu kesepian, menjadi saksi tiap kali si lajang onani karena diamuk birahi, menjadi saksi tiap kali beberapa helai bulu vaginanya rontok saat digusel oleh tangannya sendiri.

Di kamar ber-AC itu kami terlelap. Aku benamkan wajahku di ketiaknya yang lebat. Entah jam berapa aku tidak tahu karena Mbak In membangunkanku.
"Ini apaan? Kamu ngompol yah?", tanyanya. Ternyata sprei telah basah oleh maniku, sebagian menyentuh pantat Mbak In.
"Ini maniku Mbak. Habis tertahan terus sih di dalam akhirnya cari jalan keluar sendiri. Aku sih nggak tahu, soalnya lagi tidur tadi", kataku tersipu.
"Ih hangat dan lengket ya", katanya.
"Bayangin aja kalo ini mengalir ke memek Mbak", kataku.
"Nakal kamu", dia mencubitku.
Dengan tissu kubersihkan ceceran maninya. Setelah itu aku tertidur lagi karena masih mengantuk. Mbak In sepertinya juga tertidur.

Pagi hari, ketika sudah agak terang, aku terbangun. Ternyata Mbak In sudah mandi, lagi make up di depan cermin.
"Aku harus masuk kerja", katanya. "Padahal capek nih" lanjutnya.
Kupandangi dari ranjang. Tubuh yang kencang itu kuamati dari belakang. Inilah pesona si perawan tua. Dia cuma memakai celana dalam dan BH-nya hitam tipis mungil berenda. Oh, seksi sekali! Tak terasa penisku berdiri lagi.

Aku bangkit dengan senjata teracung. Aku hampiri Mbak In. Kupeluk dari belakang. Aku ciumi lehernya, ketiaknya sambil tanganku mengelus payudaranya yang kecil.
"Ah, jangan Gus, aku lagi make up nih.., nanti rusak make up-ku".
Aku membisikinya, sambil menjilati telinga kirinya, "Janji deh Mbak make up nggak rusak, tapi dapet kenikmatan yang banyak diperoleh para cewek di kantor Mbak pada pagi hari..".
Oh, aku kian merapat ke tubuhnya. Tapi tidak bisa mencium pipi dan bibirnya, takut kalau make up-nya rusak. Yang penting bisa menikmati bulu ketiaknya yang luar biasa itu dengan hidung dan mulutku. Penisku semakin tegak berdiri. Tanganku mengelus puting susu si perawan tua yang makin mengeras ini.
"Kamu terlalu, Gus", bisiknya.
"Terlalu nikmat ya?", tanyaku.

Aku terus memeluk dari belakang. Tanganku menggusel payudara mungilnya yang keras, payudara 42 tahun yang tidak pernah merasakan kenakalan lelaki muda. Hidungku merasakan sensasi gila yang luar biasa, bulu ketiak yang hitam lebat dan panjang.
"Ketek gini kok dianggurin bertahun-tahun sih Mbak", tanyaku.
"Dianggurin gimana?", tanyanya.
"Ya dianggurin dalam arti nggak pernah diciumin laki, nggak pernah digosokin burung".
"Heh, burung main di ketek? Bisa? Coba dong..".

Make up-nya Mbak In sudah selesai. Sekarang dia duduk di kursi rias, lantas kedua lengannya diangkat sehingga bulu ketiaknya tampak jelas. Penisku yang tegang, aku gosokkan ke ketiaknya. Wuahh.., hangat, lembbut, seperti menyentuh bulu vagina. Mbak In melihatku dengan pandangan mesra. Penisku semakin besar dan mengeras. Ingin sekali rasanya minta penisku dicium, dijilat lalu dihisap olehnya. Tapi nanti dulu, si perawan tua ini harus dilatih. Kalau serba mendadak bisa trauma nanti dan jadi alergi dengan penis.

Akhirnya aku tidak tahan juga. Rasanya maniku sudah mendidih. Belum pernah aku onani memakai bulu ketiak, dulu aku tidakak suka dengan cewek yang ketiaknya berbulu. Karena tidak sabar aku gesekkan penisku ke ketiaknya sambil kukocok.
"Mbak aku udah nggak kuat, bayangin dari semalem cuma nahan burung supaya nggak masuk memekmu, jadi gimana dong..". Mbak In tersenyum.
"Mbak, bantu dong Mbak", pintaku. Tangannya meraih penisku lalu mengocoknya pelan.
"Cepat Mbak. Dia menurut. Terus Mbak..".
"Aduh pegel nih.., gantian tangan kiri ya..", Aku tidak bisa berkata apa-apa cuma mengangguk. Air maniku yang mendidih tadi tidak jadi keluar. Yang pasti rangsangan yang kuterima semakin kuat.

Mbak In mulai berkeringat. Uh, tambah cantik melihat si perawan tua yang berberbulu ketiak lebat ini berpeluh. Ketiaknya juga basah, payudaranya juga.
"Tanganku capek..", katanya. Ya sudah aku kocok sendiri penisku.
"Kamu pingin apa Gus?", tanyanya.
Aku bilang, "Pokoknya pingin nikmat, tuntas, sampe orgasme dan maniku terkuras abis".
"Tapi aku belon siap buat bersetubuh. Memekku belon siap dirobek selaputnya. Belon siap disembur cairan lelaki..", katanya manja.
"Yah gimana Mbak, aku nggak bisa mikir nih". Mbak In jongkok. Mengamati dari dekat caraku mengocok penis. Mulutnya ternganga.

"Oh gitu ya.., gila..", katanya. Aku sudah tidak tahan.
"Awas Mbak mau muncrat nih!", Mbak In terbelalak.
Aduh bagaimana kalau mani ini nanti kena mukanya, kena bibirnya. Dia kan masih perawan. Vaginanya saja belum pernah disembur mani, kok muka dan mulutnya, kasihan..
"Terus Gus!", katanya.Tangannya menyingkirkan tanganku.
"Biar aku aja", katanya. Aku nurut saja.
Tangan lembut berjemari lentik itu mengocok penisku pelan-pelan. Aku sudah tidak tahan.
"Cepetan Mbak!", kataku. Dia semakin cepat mengocok penisku.
"Mbak angkat dong lengan kiri. Aku mau lihat ketiakmu yang lebat itu..".
Jadilah dia jongkok sambil mengangkat lengan memamerkan ketiak hebat yang berbulu luar biasa. Aku semakin bernafsu. Akhirnya aku cuma bisa berkata, "Awass..". Dan "Crat.., crat.., crat", air maniku muncrat keras, banyak, dan kental. Mbak In sempat menarik muka menjauh, tapi payudaranya yang mungil dan kencang itu terkena semprotan air maniku.
"Uh, yang namanya mani ternyata hangat ya..".
Dioles-oleskannya air maniku ke seluruh payudaranya.
"Kok lengket ya.., Kayaknya superglue, hihihik.., Gimana kalo misalnya masuk ke memekku.., Ih aku harus ganti beha nih..".

Mbak In masih terheran-heran oleh air maniku, benda yang baru dilihatnya ketika usianya sudah 42 thn. Dalam ruang ber-AC mani yang teroles rata di payudaranya cepat mengering.
"Wahh.., ini rupanya krim pengencang tetek. Di kulit kenceng rasanya, Gus..".
"Buat facial juga bisa Mbak. Makanya di VCD selalu ada facial cumshot..".
"Ih, nakal deh kamu", katanya sambil mencubit pipiku.
Aku capek sekali. Terima kasih Mbak In sayang, perawan tuaku. Pagi itu kami berangkat bersama dan sepakat untuk ketemu lagi buat belajar seks. Kami sering bertemu. Jalan-jalan, makan, nonton, seperti orang pacaran. Lalu ya biasalah main seks tanpa persetubuhan. Hal itu berlangsung 5 bulan. Kami bertemu seminggu 2 kali. Oral seks itu rutin. Hanya aku yang melakukan oral seks pada dia, dianya sendiri tidak pernah melakukan oral pada penisku. Ini prestasi buatku. Kencan sudah hot, tapi tidak ada persetubuhan. Vagina Mbak In bisa dijilat dan dihisap sampai kering, tapi keperawanannya masih tetap terjaga. Air maniku sudah bocor berkali-kali, tapi tidak setetespun yang menyelinap ke cervix si lajang hangat bernafsu kuat itu. Maka hanya cunnilingus (tanpa diimbangi felatio) yang selalu berlangsung.

Tak apa. Aku sendiri suka bisa mengerem nafsu, sekaligus belajar memperoleh kepuasan tanpa menancapkan penis ke lubang vagina yang tiada henti mendambakan kenikmatan, lubang vagina yang sebetulnya memendam iri pada vagina wanita lain yang sering dijejali penis dan ditumpahi mani hangat. Tapi, yah.., vaginanya saja belum kena penis, masak mulutnya sudah dimasukkin penis, Kasihan kan? Pemanasan kami tentu dengan nonton BF di VCD. Aku kan punya banyak koleksi film BF. Juga dari majalah.

Ternyata Mbak In si perawan tua ini punya beberapa majalah hot. Katanya sih seperti surat kaleng mendapatkannya. Diposkan ke rumah tanpa nama pengirim. Dia menduga dari cewek-cewek di kantornya yang baru saja pulang dari luar negeri. Majalah itu menjadi bahan onaninya Mbak In. Atau juga onani kami berdua. Muncratnya air maniku ya paling-paling di payudara mungilnya, atau di perutnya, pernah di pusarnya dan ceceran air maniku itu merambat ke bulu superlebatnya.

Hari itu Mbak In genap 42 tahun. Cuma kami rayakan berdua saja di sebuah restoran di hotel berbintang lima. Dia seksi sekali malam itu. Memakai sack dress ketat tanpa lengan, tanpa BH. Karena dia punya kebiasaan menyibak rambut, sehingga bila lengannya terangkat, maka ketiak hebat itu tampak. Aku lihat pelayan restoran dan pengunjung lain pada ngeliatin. Mbak In sendiri sepertinya bangga dengan ketiaknya sekarang.

Pulang dari restoran kami bercumbu, seperti biasanya. Pakai oral, pakai kocok-kocokan, hingga air maniku mau habis. Mbak In sudah terbiasa dengan muncratan mani. Dibiarkannya air maniku membasahi payudaranya bahkan lehernya. Kadang di perutnya, tepat di pusar. Mbak In makin pintar. Cara mengocoknya semakin hebat. Paduan irama lambat kadang cepat bisa menguras maniku. Kadang penisku digesek-gesekkannya ke ketiak lebatnya, ke payudara mungilnya. Air maniku pernah menetes di ketiaknya. Habis nikmat sih, seperti menggesek bulu vagina.
"Hari ini aku genap 42 tahun, Gus. Jadikan aku wanita selengkap-lenglapnya" pintanya, setelah kami istirahat karena kecapekan.

Hari sudah menjelang pagi. Tapi penisku masih bisa berdiri tegak. Inilah saatnya untuk membobol si perawan tua ratu jembut yang jago onani itu, yang vaginanya merindukan sodokan dan elusan batangan daging bertulang lunak, dengan moncong water canon yang siap menembakkan cairan kental yang kencang di kulit wanita. Aku tentu saja mengiyakan.
"Terserah caramu, asal nikmat", katanya.

Bersambung ke bagian 04

Gairah Nakal Seorang Perawan Tua 01

Namaku Bagus Hermanto. Kini aku berumur 25 thn. Aku mengenal seks sejak umur 18 thn. Diajari oleh Mbak Wiwik Widayanti, mahasiswi S2 yang kos di rumahku, di Yogya. Tentu saja secara bertahap, dari pegang-pegang sampai.., tahu sendirilah. Pokoknya butuh tempo sampai 2 bulan baru bisa merasakan hubungan seks tang sebenarnya, bersetubuh dengan Mbak Wiwik.

Setelah itu aku mencoba segala macam wanita, dari pelacur sampai wanita baik-baik. Rasanya sih, aku sudah mempunyai banyak pengalaman. Sudah mengerti semua. Cuma aku tidak pernah merasa kenyang, itu saja problemku.

Semua keyakinan diri itu akhirnya berubah ketika aku memperoleh kenikmatan hubungan badan dengan Mbak Indriani, seorang akuntan yang masih lajang dari suatu kota di Jateng yang pernah menjadi atasanku di tempat kerjaku di Jakarta.

Mbak In, memang tidak tergolong cantik seperti layaknya bintang sinetron. Umurnya 42 tahun. Kulitnya hitam manis, tingginya sekitar 160 cm, mempunyai bentuk badan yang langsing dan mempunyai payudara yang kecil namun indah menantang. Dulu rekan-rekan di kantorku, termasuk para wanitanya, secara sembunyi-sembunyi menyebut dia sebagai "si kulkas". Soalnya dingin, pasif dan tidak hot. Pokoknya dia tidak masuk dalam daftar seleraku.

Tapi suatu hari di akhir tahun 1999, aku berjumpa lagi dengannya. Gara-garanya VW kodokku mogok di dekat rumahnya, sebuah paviliun di Kebayoran Baru itu. Saat itu hujan deras lama sekali. Aku menelepon taxi Blue Bird tapi tidak datang.
"Ya udah tunggu dulu aja, sambil ngobrol soalnya udah lama kita nggak ketemu", katanya.

Mulanya kita ngobrol biasa. Taxi yang saya pesan belum juga datang. Padahal sudah jam 9 malam. Mbak In menawariku tidur di rumahnya saja, di sofa ruang tamu. Akupun setuju atas tawarannya, daripada repot, pikirku.

Lalu kami ngobrol ngalor-ngidul. Setelah makan malam, kami masih bercerita tentang banyak hal. Sampai akhirnya aku lancang nanya, "Kok Mbak tetep melajang sih?".
Diapun cerita bahwa dirinya memang malas untuk menikah karena masih suka sendiri dan bebas. Buktinya dia bisa hidup tanpa pembantu. Semua dikerjakannya sendiri. Kecuali pakaian tertentu yang dilaundry.
"Wah serba swalayan ya", kataku.
"Termasuk soal tertentu yang khusus juga", katanya sambil ketawa.
Aku kaget juga. Yang dia maksudkan pasti seks. Soalnya setahuku dia tidak pernah berbicara tentang seks, makanya dia dijuluki si kulkas.

Jam 11 malam aku mulai mengantuk. Mbak In meminjamiku celana dalam dan kaos oblong (keduanya masih baru, berukuran XL, karena itu sebetulnya oleh-oleh dari Bali untuk temannya), dan memberikan sikat gigi baru serta handuk, lalu dia masuk ke kamarnya sendiri.
"Selamat beristirahat. Kalau butuh pengantar tidur nyalakan terus saja TV-nya, tapi jangan keras-keras. Kalo kamu mau baca-baca ya silakan aja, Gus", katanya.
"Makasih Mbak, good night", kataku.

Setelah mandi, aku sendirian di ruang tamu itu. Sudah menjadi kebiasaanku kalau mau tidur harus diiringi oleh musik kaset/CD, atau radio, kadang juga TV. Lalu me-ngeset timer-nya sekitar satu jam sampai akhirnya aku tertidur. Tapi malam itu aku susah sekali untuk tidur. Mau membaca tapi mataku lelah sekali. Akhirnya akupun menyalakan TV, tapi acaranya jelek-jelek.

Akhirnya iseng-iseng aku dekati rak audio-video. Aku periksa ternyata CD playernya berisi tiga keping. Karena remang-remang aku tidak tahu itu CD audio atau VCD. Aku kembali ke sofa. Remote control compo dan TV aku bawa. Setelah aku klik remote-nya barulah ketahuan kalau isinya VCD. Lantas aku putar, lalu muncul opening scene.
Aduh!, Ternyata isinya BF, Judulnya aku lupa, tapi isinya berupa kumpulan adegan klimaks, jadi bukan cerita utuh. Asyik juga.., isinya cuplikan dari banyak film. Pembukaan pertama oral seks sampai air maninya keluar. Aku belum tegang, masih tetap tenang. Adegan berikutnya mirip, begitu seterusnya, hingga adegan penis dimasukkan sampai dicabut waktu air maninya mau kaluar. Aku juga belum ereksi, hal ini di sebabkan karena aku sudah lelah dan mengantuk. Lagipula menonton VCD porno sudah sering kulakukan. Jadinya agak kebal juga.

Nah, potongan terakhir VCD itu dahsyat juga, sehingga membuat penisku menggeliat. Adegan 69. Yang banyak disorot bukan felatio (cewek mengisap cowok), tetapi cunnilingus (cowok mengisap vagina cewek). Aku sampai ereksi menyaksikan adegan tersebut, sehingga adegan itu ada yang aku ulangi sampai beberapa kali. Aku ingin menikmati sampai puas sebelum si cowok di layar TV itu orgasme, sementara aku sendiri berharap bisa orgasme bersamaan dengan gambar di layar tersebut, karena aku mengelus-elus penisku sendiri. Aku perhatikan cara si cowok melayani si cewek. Hebat juga sampai ceweknya mennjerit-jerit.

Ketika adegan berganti, si cewek mengocok penis cowoknya sembari mengisap, mendadak ada tawa kecil di belakangku. Aku kaget, malu dan salah tingkah karena Mbak In sudah berada di belakangku. Yang bisa kulakukan saat itu cuma mematikan TV-nya, bukan VCD playernya. Lalu aku diam dan menunduk. Tapi Mbak In memegang pundakku dan berkata, "Kamu suka juga ya rupanya. Nggak apa-apa sih kan udah dewasa".
Aku senyum, dan tidak berani melihat mukanya.
"Gus", katanya, "Kamu udah sering gitu juga kan? Aku tahu kalo beberapa cewek di kantor kita dulu ada yang pernah kamu kencani..".
Aku menatapnya. Mbak In ternyata cuma memakai lingerie satin putih tipis, berupa rok dalam pendek tanpa lengan dan celana dari bahan dan warna serupa.
"Kenapa tuh kolormu, kok ada yang berdiri?".
Ah.., aku makin salah tingkah. Aku tersipu, karena penisku masih tegak.
"mm.., aku.., aku.., aku.., Mbak", cuma itu yang bisa kuucapkan, sembari aku bangkit dari posisiku yang tadi tiduran di atas sofa.

Kemudian Mbak In duduk di sebelahku. "Aku tadi sempet tertidur sebentar. Tapi gara-gara petir aku terbangun, dan nggak bisa tidur lagi", katanya.
"Lantas aku dengar suara TV masih nyala. Tapi suaranya kok ah.., uh.., ah.., uh. Aku buka pintu pelan. Kamu nggak tahu ya?".
"Ya Mbak", kataku.

Kali ini aku sudah mulai tenang. Pantas saja aku tidak tahu kalau dia keluar dari kamar, pikirku. Soalnya kamarnya gelap, jadi waktu pintu dibuka tidak ada cahaya yang menerobos keluar.
"Aku liat diam-diam, ternyata kamu lagi asyik ngeliat itu ya. Aku liat tadi di adegan berikutnya kamu mengulang-ulang adegan, dan tanganmu meraba-raba celanamu..".
"Ya Mbak", cuma itu yang aku ucapkan.
"Yuk, putar lagi", ajaknya.
"Nggak ah, malu", balasku.
"Nggak apa-apa, Gus" katanya, lalu mengambil remote dari tanganku. TV menyala lagi. Lantas dia mengambil remote compo, dan memutar CD kedua.
"Tuh liat", katanya.
Judulnya "Modern Kamasutra". Isinya tidak ganas. Serba lembut.., tidak ada close up penis masuk vagina, tidak ada close up ejakulasi mengenai payudara.

Selama 15 menit kami menikmati CD itu dengan diam, sampai kemudian Mbak In berbisik, "Ajarin aku dong Gus. Aku kan nggak pernah", katanya sambil memelukku.
Aku cuma bergumam, "mm..".
"Keluarin semua ilmumu dan pengalamanmu.., Gus..".
"Kok gitu sih Mbak?".
"Iya dong.., Kamu ajarin aku dong..".
"Emang Mbak nggak berpengalaman?".
"Stt.., kamu kayak nggak tahu aja. Aku ini masih perawan, makanya sering disindir sebagai perawan tua. Aku juga tahu julukan si kulkas, Gus", kali ini dia semakin merapat.
"Ajarin aku supaya nggak jadi perawan tua lagi. Ajarin aku biar aku jadi wanita yang lengkap, pernah merasakan nikmatnya pria tanpa harus bersuami dan tanpa harus punya anak, Gus.., Biar lajang tapi matang, gitu Gus".

Aku terdiam tidak yahu harus berbuat apa, aku melihat ke layar TV. Ah.., adegannya indah sekaligus gila. Mulanya 69, dan pakai close up tapi gambarnya tetap soft, seperti memakai filter. Lantas si pria memasukkan penisnya dari belakang. Lalu 69 lagi. Lalu si cewek berada di atas. Sebentar saja dia sudah meloncat, duduk di muka si cowok, minta dioral, lalu menindih lagi, duduk lagi, menindih lagi, duduk lagi, menindih lagi, entah berapa kali, sampai akhirnya orgasme. Ketika si cowok berdiri, si cewek mengisap dan mengocoknya. Aku tegang sekali, terangsang oleh adegan di layar.

"Ajarin aku sayang. Tunjukin kebisaanmu yang telah membuat cewek-cewek di kantor kita ketagihan..". Tangannya memegang kedua pipiku, "Please..".
Entah kenapa aku seperti terhipnotis. Aku peluk dia, kucium pipinya, lalu keningnya. "Ya Mbak. Tapi aku lagi capek, setelah main squash tadi, jadi mungkin nggak memuaskan Mbak".
"Aku nggak minta macam-macam. Cuma diajari. Semacam apresiasi, gitulah..".
"Ya Mbak. Tapi VCD dan TV-nya dimatiin ya", pintaku.
Mbak In mencubit pipiku, lalu mencium kedua pipiku. "Boleh..".
"Mbak In pingin yang gimana sih?".
"Terserah. Pokoknya kamu harus membimbingku, ngajarin aku.., Aku sendiri nggak tahu apakah malam ini akan melepas keperawananku, tapi yang jelas aku pingin dapet sebuah pengalaman yang penting bagi seorang wanita dewasa, yang berumur 40 lebih..".

Aku terharu, merasa kasihan. Wanita pendiam dan dingin bagai kulkas ini ternyata menginginkan pengalaman erotis. Wanita yang tidak pernah bicara jorok dan cerita humor porno ini (tidak seperti cewek lain di kantornya) ternyata menginginkan sesuatu.
"Ayo Gus. Ajarin aku, bimbing aku.., Kasih tau aku harus gimana saja. Kamu kan lelaki sejati. Kamu udah punya jam terbang banyak. Tunjukin itu..".
"Ya, Mbak", kataku seraya mencium keningnya. Mbak In memejamkan mata. Kurasakan hangat tubuhnya.
"Katakan apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan pengalaman pertama yang indah, Gus. Lengkapi diriku sebagai seorang perempuan yang dewasa..".
Aku mengangguk lalu memeluknya, dan mengelus rambutnya yang sekarang dipotong pendek itu. Aku merasa kelelakianku ditantang dengan halus. Inilah kelebihan wanita. Masih perawanpun tahu bagaimana caranya menggerakkan hasrat pria.

TV sudah mati. Aku berdiri, menghampiri rak audio. Di dekatnya kutemukan CD Romantic Night, musik instrumental lembut. Itu yang aku putar. Lalu aku kembali ke sofa menghampiri Mbak In.
"Mbak", bisikku.
"mm.., beri aku pengalaman, Gus. Matangkan aku. Jangan mempermalukan aku. Aku telanjur ngomong ini. Aku belum pernah minta beginian pada laki-laki. Aku memilih kamu soalnya aku percaya sama kamu. Kamu dulu karyawan yang nggak reseh, bukan trouble maker, dan gentleman. Aku tahu kamu telah meniduri beberapa cewek di kantor kita, tapi kamu nggak pernah mengumbar affairmu. Kenapa aku bisa tahu, yah tahu sendiri.., mayoritas kantor kita kan cewek, dalam 15 wanita cuma ada 1 pria".

Aku merasa percaya diri. Aku peluk Mbak In erat.
"Apa yang harus aku lakukan, Gus? mm ya, mestinya apa yang harus kamu lakukan? mm, maksudku apa yang akan kamu lakukan.., mm kok pake nanya. Mestinya tinggal dijalanin ya.., mm.., mm Gus..", kali ini dia seperti kebingungan mau berkata apa. Kukecup keningnya.
"Mbak pingin merasakan sesuatu yang indah? Mbak sendiri punya fantasi apa sih?".
"Banyak. Tapi aku malu ngomonginnya. Terserah kamu dah", katanya sedikit bermanja. Aneh juga, aku merasa senang dimanja oleh perempuan yang lebih tua. Yah inilah kelebihan wanita, yang bisa membuat lelaki merasa berharga dan dibutuhkan.
"Aku ini menarik nggak sih Gus?".
Aku mengangguk. Lalu kubisiki, "Lebih menarik dan indah kalo sekarang Mbak pake lipstik dan parfum dikit..".
Dia segera berdiri, mencubit pipiku, lalu ke kamar. Tidak lama kemudian dia memanggil, "Sini Gus..".
Aku masuk ke kamar. Dia sedang duduk di meja rias. Aku memeluknya dari belakang. Bau wangi menyergap pelan ke hidungku. Bibirnya sudah terolesi lipstik. "Cakep Mbak". kataku.
"Bener?", jawabnya manja.

Mbak In berdiri. Aku kemudian duduk di belakangnya. Di muka cermin berlampu itu aku dapati Mbak In dengan pesona kewanitaan yang bertambah. Seorang wanita berumur 42 thn yang matang. Ajaib juga, aku bisa tertarik malam ini. Tanganku memeluk pinggangnya dari belakang.
"Gini ini ya yang dilakukan para istri?".
"Aku nggak tahu. Aku belum beristri, dan nggak pernah main dengan istri orang".

Kemudian aku berdiri, tetap di belakangnya, dan tangan tetap memeluk pinggangnya. Aku cium lembut pipinya dari belakang. Lalu bibirnya, pelan dan lembut, dengan gesekan mengambang.
"Aku belum pernah dicium cowok Gus", bisiknya.
"Ouhh..", lenguhnya. Aku melihat ke cermin. Dia juga. Wajahnya tersipu.
"Merem saja Mbak", kataku. Dia menurut. Tanganku tetap di pinggang. Kuamati dari cermin, matanya terpejam. Lalu kucium lembut lehernya.
"Ihh..", cuma itu suaranya.
Lantas kucium telinganya. Ah ya.., inilah kelebihan wanita, meskipun dia masih perawan nalurinya tahu bagaimana memancing syahwat lawan jenis. Bagian belakang telinganya itu sudah wangi. Aku merasa nikmat. Lalu kucium lehernya, telinga lagi, leher lagi, pipi, bibir, telinga, leher, dan akhirnya tengkuk.
Tangan kiriku tetap memeluk pinggang dari belakang. Tangan kananku naik ke pusar. Dari cermin kulihat puting Mbak In mulai mengeras, menembus lingerie satin yang di kenakannya.
"Nah gitu dong ngajarinnya, Gus", bisiknya.

Dari cermin berlampu itu kulihat pancaran kewanitannya terus bertambah. Aku tidak menyadari si kulkas ini ternyata memikat. Pagutan ke bibir, leher, telinga dan tengkuk mulai kulancarkan. Tubuh Mbak In mulai bergetar. Dia tetap terpejam. Dengan pelan seolah tak sengaja aku raba puting kirinya. "Uhh", dengusnya. Kurasakan debar jantungnya meningkat. Lantas hidungku dan mulutku mulai mengecup bahunya yang terbuka, karena baju atas lingerienya itu cuma bergantung pada tali. Dia menggeliat.
"Geli tapi nikmat. Kamu pinter Gus", bisiknya, tetap terpejam.

Kini kedua tangannya memegangi tanganku. Matanya masih terpejam. Kutatap sosok wanita ini dari cermin berlampu (hanya itu yang menyala di kamar, karena lampu lain mati). Kudapati sesuatu yang selama ini, selama mengenalnya, tidak pernah kuperhatikan. Aku kan sudah bilang, Mbak In bukan tipe yang masuk daftar seleraku.

Kini kudapati sesuatu. Mbak In ternyata menarik, punya pesona kewanitaan yang kuat. Kulitnya tidak putih tapi bersih. Tubuhnya langsing, tapi tidak bisa disebut kerempeng. Lekuk tubuhnya masih terlihat dan terasa. Mukanya bersih, tanpa bekas jarawat. Garis matanya memanjang seperti wayang. Alisnya tebal merata. Bibirnya mungil. Bau nafasnya nikmat.

Oh.., apakah yang berubah pada diriku? Kenapa tiba-tiba aku bisa menikmati dan menghargai pesona kewanitaan Mbak In? Karena terangsang, toh dari tadi aku ereksi? Bukan juga. Aku sudah sering bermain dengan wanita. Semuanya kuawali dengan keterpesonaan, terlepas wanita itu cantik sekali atau sedang-sedang saja. Yang pasti sejak aku kenal Mbak Wiwik, yang merenggut keperjakaanku saat aku remaja, seleraku hanya seputar itu, wanita berkulit putih, dengan buah dada besar. Tapi Mbak In? Ah, aku tidak tahu. Aku seperti merasakan pengalaman baru.

Bersambung ke bagian 02

Gairah Nakal Seorang Perawan Tua 02

Sambungan dai bagian 01

Tangan Mbak In masih memegangi tanganku. Sekarang matanya terbuka. Dia tersenyum. Aku kecup bibirnya, lembut lalu pipinya, telinganya, tengkuknya.
"Apa lagi sekarang, Gus?", bisiknya.
Kulepaskan pegangan tangannya lalu kutuntun untuk melingkarkan tangan kanannya ke belakang, ke leherku, karena aku kan berdiri di belakangnya. Kucium lehernya.., Kurasakan debar jantungnya, dan bunyi nafasnya yang mengeras.., sepertinya dia bernafas dengan mulut. Lantas aku beralih ke bahunya yang terbuka. Kuangkat tangan kirinya untuk memegangi tengkuknya sendiri.

Saat kutatap cermin, kulihat sesuatu yang luar biasa. Bulu ketiak Mbak In ternyata lebat sekali. Aku terkesiap. Wow!, seperti tak percaya melihat bulu hitam rimbun itu menghiasi bagian bawah lengannya. Kuangkat tangan kanannya. Sama lebatnya. Wow! Ajaib! Aku belum pernah melihat ketiak selebat itu. Lagi pula aku selama ini memang tidak tertarik dengan ketiak yang berbulu, terkesan jorok dan tidak feminin. Tapi kali ini? Wuahh.., kurasakan debar di dadaku, kurasakan aliran darahku meningkat. Berubahkah aku?

Ya! Ketiak lebat ternyata memikat. Suatu hal yang selama ini membuatku risih ternyata merangsang. Dengan pelan aku raba kedua ketiak itu.
"Nggak pernah dicukur ya Mbak?", Mbak In menggeleng dengan tersenyum.
"Biarin. Entah kenapa aku nggak merasa terganggu. Kamu tahu, dulu di asrama, waktu masih kuliah, aku dijuluki Ratu Ketiak. Karena sejak tahun kedua kuliah aku nggak mencukurnya. Buatku ini bukti kebebasanku, bukti ketidakpedulianku pada apa yang menurut orang lain pantas..".

Lalu kucium ketiak berbulu itu. Wow! Fantastik! Bau asli tubuh bersih menyergap hidungku, karena wanita yang mengerti tentang parfum memang tidak pernah memberi parfum di ketiaknya, kecuali deodorant. Bau ketiak wanita (asal tidak kelewat keras), itu yang aku sukai dari cewek-cewek yang kukencani selama ini. Kali ini bau alami itu bertambah dengan bulu lebat, sepanjang hampir 5-6 cm. Pantas dulu disebut Ratu Ketiak.

Dari ketiak kanan aku pindah ke ketiak kiri. Sama aroma dan sensasi bulunya dengan yang kanan. Aku terangsang sekali. Ukuran terangsang bukan cuma soal ereksi seberapa keras dan panjang, tapi juga gelora di dalam diri. Sejak tadi aku ereksi, tapi yang sekarang makin ditambah peningkatan nafsu. (Nah para cewek, pahamilah itu..)

Dengan hidung dan mulut di ketiak kirinya, kedua tanganku meraba kedua puting susunya. Keras sekali. Aku pegang lembut payudaranya yang kecil itu. Kenyal sekali. Ini sensasi baru buatku, karena aku tidak pernah tertarik dengan payudara kecil. Aku tidak bisa ereksi oleh payudara mungil. Bila berkencan dengan perempuan aku selalu memilih yang mempunyai payudara besar, ukuran 34 keatas (beberapa kali aku dapat yang ukuran 38C). Payudara Mbak In sepertinya di bawah 34. Tapi kok merangsang ya? Nafsuku semakin berkobar. Ibarat bendera, mulai berkibar-kibar. Hanya gara-gara bulu ketiak dan payudara kecil (suatu hal yang belum pernah terjadi).

Akhirnya baju atas lingerie itu kulepas. Dan wow! Kudapati payudara kecil yang kencang, dengan puting mengeras. Puting itu berwarna gelap, tapi begitu merangsang bagiku. Aku selama ini mengencani wanita berkulit putih, termasuk bule, sehingga puting mereka berwarna terang, kalau bule malah kemerahan.
Aku remes pelan kedua payudaranya. Mbak In cuma ah-uh-ah-uh. Kuciumi lehernya, tengkuknya, telinganya, bahunya, dan ketiaknya, sambil mempermainkan puting dan payudaranya.

Lalu aku duduk di kursi dekat meja rias. Aku ciumi puting dan payudaranya, dan kemudian aku kecup puting itu sehingga makin mengeras. Kudengar pinggul Mbak In berkeletek, berbunyi tanda kontraksi otot saat wanita mulai disulut birahi.
"Mbak, aku terangsang. Aku suka ketek dan bulu Mbak, tetek dan puting Mbak..".
Mbak In tersenyum. "Ajarin lagi aku sesuatu yang baru", katanya.

Kupandangi tubuh kencang yang sekarang tinggal bercelana dalam satin tipis. Baru aku sadar, di bawah pusarnya tampak segitiga menggelap. Itu pasti bulu vagina. Aneh, aku jadi penasaran, ingin segera melihatnya. Padahal selama ini aku tidak suka melihat bulu vagina yang lebat. Pernah waktu di panti pajit nafsuku jadi mengendor karena si cewek mempunyai bulu vagina yang lebat. Si cewek panti pijat sempat tersinggung, karena nafsuku jadi merosot gara-gara bulu vaginanya yang lebat. Akhirnya aku cuma meminta si pemijat untuk mengocok penisku, sembari aku membayangkan salah satu cewekku yang bulu vaginanya super tipis, hingga aku ejakulasi di payudara pemijat itu.

Aku selama ini memang risih dengan bulu lebat. Dalam pandanganku jorok, tidak sehat, cuma menimbulkan bau dan penyakit. Tapi kali ini begitu bernafsu ingin tahu, Mbak In rupanya tahu.
"Kamu pingin liat lainnya yang lebat ya? Boleh..".
Aku menggeleng. Dia mengerutkan kening. Aku tersenyum, "Entar Mbak..".
Yang kulakukan sekarang adalah menciumi pusarnya lalu turun ke bawah, tanpa membuka celana lingerienya, sampai kurasakan bulu tebal tergesek satin dan hidungku.

Setelah itu kusisipkan jariku ke celananya. Kurasakan ketebalan bulu vaginanya yang lebat. Jariku seperti buta sejenak, tidak tahu kemana harus meraba clitoris dan labia majoranya.
Oh, jadi inilah pesona bulu vagina yang tebal, bisa menyembunyikan vulva. Cewek-cewek yang pernah kukencani berbulu vagina tipis, malah ada yang cuma beberapa lembar, sehingga begitu mengangkang sedikit saja, vulvanya langsung terlihat jelas. Dan itulah yang aku sukai. Itu yang membuatku ereksi. Bau khas vaginanya juga mulai menyergap hidungku. Aku kian terangsang.

Akhirnya jemariku mulai mengenal medan. Tahu mana yang clitoris, mana yang labia majora, mana yang labia minora. Lebih dari itu, jemariku basah sekali, seolah baru saja terendam di mangkok. Lingerie itupun basah, sehingga semakin menempel ke vulva, dan bulu lebat itu makin kentara. Pinggul Mbak In terus berkeletekan, kontraksi karena terangsang.
"Kamu terlalu, Gus. Terlalu.., Ayo buka celanaku", katanya.
Dipeganginya kepalaku, dijambaknya rambutku yang gondrong, lalu digesek-gesekkan ke lingerie yang basah kuyup dengan aroma yang kian kentara itu.
"Aku terangsang Gus..".

Tiba-tiba dia mundur, menjauhkan kepalaku. Tak terasa aku sudah berlutut sejak tadi rupanya. Dengan cepat dia melepas sisa lingerie-nya, dan mencampakkannya ke lantai berkarpet. Wow! Luar biasa, bulu lebat membentuk segitiga seperti celana dalam. Lalu aku naikkan kaki kanannya ke kursi rias. Wah! Luar biasa. Kelebatan bulu vaginanya menutupi vulva. Aku sibak bulu vaginanya, lalu tampaklah vulva yang berwarna gelap, kecoklatan, bukan kemerahan, bukan coklat muda. Aneh! Aku kok bisa terangsang. Padahal kalau melihat gambar porno perek melayu yang berkulit hitam, meskipun payudaranya besar, toh vulvanya gelap. Dan itu menjijikkanku. Tapi kali ini aku terkesima. Aku sibak dan belai bulu vaginanya yang sedikit basah. Begitu pula vulvanya. Vulva seorang perawan matang yang mengkilap.

Aku terus memandanginya. Kutunda sekuat tenaga untuk tidak segera mengecup dan menjilatinya. Karena aku ingin menikmati pengalaman baruku secara bertahap dengan pelan. Dengan jempol kuraba clitorisnya yang menyembul keras dan gelap itu.
"Auwww..", Mbak In bersuara.
Astaga! Jadi inilah clitoris si Mbak. Coklat tua, ada merah tuanya. Besar juga clit-nya. Aku putar pakai jempol.
"Ihh.., gila kamu Gus!".
Lalu jari telunjuk dan jari tengahku menjepit clitnya dan memutar-mutarkannya.
"Gila.., ghuillaa.., waohh", desahnya.
Nafasku mulai memburu. Mbak In juga. Aku ambil break sejenak. Mundur, duduk, kaki selonjor di lantai, kedua tanganku di lantai menyangga badan. Saat dia akan menurunkan satu kakinya, aku bilang, "Jangan dulu Mbak.."

Kuamati tubuh di depanku itu. Barulah kusadari pancaran kewanitaannya. Tubuh Mbak In memang kencang. Dalam umur 42 masih bagus badannya, karena masih perawan, belum pernah melahirkan. Lebih dari itu dia memang rajin senam dan fitness, begitupun renang. Sempat terbayang bagaimana ketiaknya terlihat kalau dia senam dan renang. Tubuh langsing padat, payudara kecil kencang, bulu vagina lebat merambat.
"Mbak aku pingin liat ketiak Mbak lagi..", pintaku.
Dia mengangkat kedua lengannya. Bayangkan. Satu kaki di kursi, kedua lengan terangkat, dada busung tegak. Oh indahnya. Oh wanita dewasa. Oh wanita matang. Oh wanita lajang. Oh wanita perindu kehangatan lelaki. Oh wanita matang lajang kesepian yang hanya berfantasi setiap hari sambil mendidihkan birahi untuk dirinya sendiri.
"Apa lagi sekarang Gus?".
"Mbak aku mau liat vulva Mbak..".
"Boleh. Nih liat..".
Wow! Tangan kanannya turun, lantas jemarinya merentang labia majora. Merah tua menggelap, tapi bagian dalamnya merah menyala. Begitu basah dan berkilau. Lendir yang encer terlihat jelas.

Sesaat aku menikmati pemandangan yang belum pernah kualami itu. Tangan kanan menyibak vulva, lengan kiri terangkat memamerkan ketiak lebat.
"Mbak jilat sendiri Mbak..".
Ah, dia mau melakukannya. Jemari itu dijilatinya, lalu digesekkan lagi ke vulva, jilat lagi, beberapa kali. Aku tidak tahan, lalu berdiri. Penisku kian mengeras, sehingga celana dalamku seperti menyimpan senjata. Ada setitik basahan di situ. Itu tetesan pertama maniku. Aku menghela nafas. Lalu melepas kaos.
"Tunjukin dong penismu" kata Mbak In, lalu duduk di kursi rias itu. Aku mendekat.
"Badanmu bagus, Gus. Atletis".
Aku bersyukur, mempunyai tinggi 175 cm dengan berat 75, dan otot yang masih kencang.

Lalu dia meraba celanaku, lalu tonjolan penisku. Kemudian memelorotkan celanaku. Tuingg! Begitu celana dalamku merosot, maka batang penisku turun, tertarik ke bawah sesaat, untuk kemudian tegak mendongak. Dia memandangi penisku.
"Pegang Mbak", kataku.
Mbak In nggak langsung menggenggam. Tapi merentang jempol dan kelingkingnya seperti mengukur panjang.
"Kayak pisang", katanya.
Lantas jempol dan telunjuknya melingkari pucuk penisku. Jarinya lentik, kukunya panjang terawat. Sexy juga ternyata. Kemudian dia menggenggamnya, tidak terlalu keras, sesaat saja, lalu dilepas.
"Hangat ya..", bisiknya mesra.

Kami sama-sama mengambil nafas. Aku menjauh sedikit. Baru sekarang terasa dinginnya AC kamar. Tapi aku tidak mau terburu-buru. Aku ingin mengulur tempo dan menikmatinya lebih lama, soalnya kan lagi ngajarin Mbak In.
"Ke sofa lagi yuk Mbak", ajakku. Dia tersenyum. Lalu aku gandeng. Kami duduk berdua. Berhadapan. Aku cium bibirnya, dan kemudian matanya.
"Haus Mbak", bisikku.
"Iya Gus.., tenggorokanku juga kering".

Mbak In berjalan menuju kulkas, mengambil orange juice kemasan botol. Kami minum bergantian dari botol yang sama. Lalu bersandar ke sofa, sama-sama diam. Tidak terasa sudah satu setengah jam lebih berlalu sejak acara pembukaan di cermin rias tadi. Nafasku kembali normal. Tapi penisku kembali mengendur, memang begitulah alam mengaturnya.
"Kok jadi kecil lagi?".
Aku tersenyum, "Memang gitu Mbak. Entar gede lagi. Mbak juga mengecil lagi klitnya pasti. Cairan vagina juga berhenti ngalir kan?". Dia mencium pipiku.
"Sini Mbak", kataku.
"Gimana lagi?", dia keheranan.

Dia kuminta untuk berdiri, kemudian aku dudukkan di pangkuanku. Tangan kananku menyangga punggungnya, tangan kiriku menyangga kakinya. Seperti membopong sambil duduk. Kami berciuman. Lipstiknya mulai menipis.
"Apa sih yang kamu sukai dari tubuhku Gus?". Aku menjawab dengan menciumi lehernya.
"Geli, nikmat, ahh..".
Kemudian dia kubalikkan, menghadap ke depan, tetap dalam pangkuanku di sofa. Aku pegang payudaranya. Aku mainkan puting susunya.
"Ternyata Mbak In itu hangat ya?".
"Bukan kulkas, gitu?".
"Iya. Mbak juga penuh pesona kewanitaan".
"Bener?".
"Mbak ternyata punya nafsu..".
"Iya dong", ia berbisik.
"Mbak suka masturbasi juga?".
"Iya dong. Seminggu sekali, bisa dua kali, pernah tiga kali. Aku tahu masturbasi sejak umur 20, dulu sih 3 minggu sekali. Akhirnya mulai umur 30 gairahku malah bertambah. Kadang aku bayangin temen-temen cewek itu, udah kenal penis umur 20, sampai sekarang udah bersetubuh berapa kali coba? Sementara aku cuma bisa masturbasi".
"Mbak mau dimasturbasi nggak?". Dia mengangguk.

Lalu kakinya kukangkangkan, dengan posisi tetap jongkok di pangkuanku. Aku ajak dia bekerja sama, jemari dan telapak tanganku untuk memainkan vulvanya, tapi yang menggerakkan tanganku adalah tangannya. Luar biasa. Aku jadi tahu bagaimana si Mbak memburu nikmat. Mulanya memainkan clit. Lantas labia majora. Mulanya gerakannya pelan. Akhirnya kencang, maju-mundur, berputar-putar, sampai tanganku pegal.

Lima belas menit berlalu, si Mbak sudah mendesis-desis, sampai akhirnya tubuhnya mengejang sejenak. Kuambil telapakku, aku ciumi dengan hidung dan mulut. Basah penuh aroma.
Mbak pingin apa sekarang?".
"Ouhh.., pake nanya. Terserah..".
Dia kuberdirikan. Aku berlutut di depannya. Aku cium paha kanannya, lalu kiri, lalu kanan, lalu pusarnya. Dia cuma ah-uh-ah-uh saja. Aku ulangi terus, kira-kira lima menit lamanya.

Akhirnya dia tidak sabar lagi. Kepalaku ditarik olehnya, lalu mukaku ditempelkan ke bulu vaginanya. Aku cuma menggesek-gesek hidung di rumput lebat itu. Lantas dia mengangkat satu kakinya di sofa, kaki yang lain tetap berdiri menyangga tubuhnya di lantai. Dengan pelan aku gesekkan hidungku ke clit-nya, lalu labia majoranya. Aku merasakan vulva-nya yang kian basah itu. Aku bisa merasakan bahwa bertambah basahnya vulva Mbak In bukan karena saliva-ku, akan tetapi terlebih karena dari lubang vagina itu memang membanjir cairan encer. Begitu banyak cairan yang merembes, sehingga aku bisa menghirup sambil menyedotnya. Slurping, kata orang bule.., Segar juga. Mungkin inilah jamunya seorang pria, cairan vagina wanita lajang yang masih virgin.

Mbak In tidak kuat dengan perlakuanku, kakinya sampai gemeter, lalu dia duduk di sofa. Kepalaku menyeruak masuk. Kedua pahanya kuangkat pakai tangan. Kini dia duduk bertambah maju sedikit. Kedua kakinya terangkat, sampai bagian belakang lututnya bertumpu pada pundakku. Aku julurkan lidahku di depan vulvanya yang basah itu, cuma di depannya, belum menempel. Masih jauh, malah. Kira-kira sejengkal dari sasaran. Aku diam terus sambil menjulurkan lidah. Mbak In jadi gemas dibuatnya.
"Cepet dong. Kamu jahat, Gus. Aku udah nggak tahan..".
Ya, tunggu apa lagi? Dengan kedua jempolku aku rentang labia-nya. Merah tua kecoklatan, mengkilat basah. Clit-nya mengeras, seperti biji kacang garing. Ah nggak, clitoris manis ini seperti kacang mete, begitu pula ukurannya.

Dengan pelan kutempelkan ujung lidah ke clitorisnya yang mulai keras itu. Cuma menempel, tidak kugesekkan, tidak kujilatin.
"Auhh.., geli.., nikmat.., terus dong", katanya.
Sekarang lidahku mulai bermain. Clit itu aku jilati. Tubuhnya bergetar. Lidahku terus menjelajah ke labia majora, ke seluruh vulva, sampai banjir permukaan vaginanya, karena campuran saliva dan cairan vagina. Dia terengah-engah.
"Ouhh..", Mbak In cuma bersuara begitu. Pertama-tama Mbak In aku minta mengocok penisku sampai tegak sempurna. Lima menit kemudian penisku tegang kembali. Air maniku sudah mendidih rasanya. Aku rebahan di ranjang. Mbak Indriani di atas, meniduriku.
"Ayo Mbak tindih aku, pelan-pelan aja, digesekin tuh memek Mbak, kayak onani".
Dia menurut saja. Naik turun, maju mundur, akhirnya kini vagina Mbak In telah telah basah. Penisku basah. Sudah deh, tidak ada foreplay lagi. Yang penting kini vaginanya sudah basah. Kemudian aku biarkan sendiri nalurinya sebagai wanita dewasa yang matang menuntun birahinya yang menyala-nyala semerah dinding dalam liang vaginanya.

Mula-mula penisku cuma masuk dua senti. Seret dan licin. Asyik juga. Mbak In merem melek. Cabut lagi, masuk lagi. Vaginanya semakin basah. Lubang vaginanya makin longgar. Kudorong lagi hingga bertambah 1 senti. Mbak In merem melek. Kuulang-ulang terus, aku lupa berapa kali, sampai akhirnya "slepp..", burungku menembus pelan vagina si perawan tua yang selalu membuatku onani setiap hari itu.
"Nggak sakit Mbak?", tanyaku.
"Nggak", bisiknya.
Iya dong, mainnya pelan, vagina sudah longgar dan banjir, mana bisa sakit. Soal memuaskan wanita, aku mempunyai banyak pengalaman. Meski tidak keluar darah, tanpa rasa sakit, aku yakin inilah kali pertama vagina terhebat di dunia ini kemasukan penis.

Bersambung ke bagian 03


Oleh: indriasli@yahoo.com

Aku, Celana Dalam dan Bra

Aku seorang jejaka 22th, setamat SMU disebuah kota kecil yang terkenal akan reognya aku langsung merantau ke Jakarta hingga sekarang, aku bekerja di sebuah hotel di kawasan Blok M jakarta, menjadi seorang petugas laundry. Sudah 1 tahun lamanya aku dibagian itu, tapi sungguh sampai saat ini aku begitu menikmati pekerjaanku, kenapa? padahal gajiku tak bisa disebut cukup. Pas sebulan habis, emang sih kalau yang namanya duit itu tidak akan pernah ada kata 'cukup' deh..

Pertama kali aku bekerja, aku mendapatkan posisi sebagai petugas kebersihan kamar hotel, saat itulah cerita ini dimulai, terus terang aku bukan si jelek atau si tampan, tapi sedap dipandang mata kata ibuku (boleh dong memuji diri sendiri), keluargaku bukan "orang berpunya" dan aku juga tak pandai berkata-kata, mungkin itu pula sebabnya aku jadi sering kikuk, minder kalau bertemu dengan seorang wanita, apalagi wanita itu cantik dan aku tertarik padanya, duh! pasti aku tak ubahnya sebuah patung yang bisa berkeringat!

Bisa ditebak, bahwa aku belum pernah merasakan yang namanya pacaran! ah kacian deh gue, tapi tunggu dulu! bukan berarti aku tidak tertarik dengan sex, justru libidoku termasuk tinggi, dibuktikan saat aku membersihkan sebuah kamar yang dihuni oleh pasangan pria dan wanita, pastilah orang lain akan geli melihatku, karena rudalku mengeras, membatu, membesar tanpa terkendali membayangkan pergumulan penuh birahi diantara mereka, hingga aku tidak bisa bekerja dengan posisi berdiri tegak, badanku agak membungkuk bukan karena sopan, tapi aduh! malu kalau ketahuan horny.

Suatu hari aku membersihkan kamar hotel yang dihuni 4 orang ABG yang sedang berlibur di Jakarta, mereka berasal dari pulau Sulawesi, wuih! kulit mereka putih bersih bersinar, tinggi 160an membuat mereka terlihat semampai dengan berat 47an, lincah, cantik, aih sungguh menggemaskan dengan usia meranum. 'Sweetseventen'.

Siang itu mereka sudah melesat ke mall, meninggalkan kamar dengan berbagai atribut ABGnya yang berserakan diseantero kamar.

"Ah anak manja! apa susahnya sih merapikan barangnya sendiri," pikirku sambil geleng kepala, setelah kurapikan kamarnya, tiba saatnya aku membersihkan kamar mandi.
"Hah, berantakan juga rupanya!"

Terlihat baju-baju bergoyang-goyang di belakang pintu kamar mandi saat aku masuk ke dalam dan kututup pintu kamar mandinya, goyangan itu membuat celana dalam dan BH yang berada di balik baju-baju itu tersembul menggoda, berwarna cerah dan bermotif lucu-lucu. Sikat gigi, sabun mandi, handuk tergeletak begitu saja, mereka benar-benar ingin bersenang-senang hingga tak ada waktu buat sedikit merapikan kamar, "Toh akan ada yang membereskan," begitu mungkin pikirnya.

Semua sudah kembali ke tempatnya, kecuali baju kotor, CD dan BH aku biarkan di gantungan, 'malu ah!' menyentuhnya, seakan ada getaran aneh, seakan-akan mereka sendiri yang dihadapanku, tetapi kemudian rasioku bekerja menyadarkanku bahwa itu hanyalah seonggok pakaian.

"Hei! kenapa malu, meskipun kau cium pun tak akan berteriak!" begitu bunyi kepalaku saat memandang segitiga-segitiga lucu dan kacamata mungil penutup dada itu.

Sesaat aku memandangnya lagi, dan mulai tergoda untuk menjamahnya, tanpa sadar tanganku bergerak meraihnya untuk sekedar mengelusnya, tanganku bergetar hebat saat memegangnya lalu tiba-tiba muncul perasaan horny yang meluap-luap hingga aku mulai mengendus, mencium celana dalam warna putih yang berhiaskan bunga-bunga kecil itu dengan birahi yang menggelora. Ooh! betul-betul birahiku memuncak saat kuhirup dalam-dalam aroma kewanitaan para gadis belia itu, kupenuhi rongga dadaku seakan tak ingin kusisakan ruang kosong paru-paru ini tanpa wangi tubuh dan keringat sedap yang menempel di CD dan BH itu. Kakiku terasa lemas sementara batangku semakin mengeras.

Kuremas-remas dengan gemas dan sekali lagi kuhirup dalam-dalam kesegaran aroma keringat yang melekat erat di celana dalam dan BH itu, aku jadi ingat saat para gadis itu bererobik tadi pagi, "mmhh.. Mmhh aah ssh.. " aku bernafas dengan hidung tertutup kain berenda itu, secuil aroma pipis menambah rasa birahiku menjadi-jadi, seakan aku benar-benar melumat vagina para gadis itu.

Aku semakin larut dengan fantasiku, celana dalam dan BH kotor yang digantungan sebanyak 4 pasang plus baju-baju kotor dengan wangi badan penuh sensasi gadis remaja membalut seluruh tubuhku yang tanpa sadar sudah polos telanjang! Benar!, seolah aku bersetubuh dengan mereka, berempat sekaligus, aku tersandar di dinding kamar mandi sambil mengusap-usapkan ke penisku dengan lembut celana dalam tipis itu bergantian dengan tangan kiriku sambil terus beronani, tangan kananku membenamkan BH dengan bau asam keringat yang segar itu ke hidungku, sementara kaos-kaos centil yang saat dipakai akan memamerkan ketiaknya yang putih bersih dan tak cukup untuk menutupi keindahan perut dan pusar pemakainya itu kututupkan diseluruh tubuhku yang terus bergetar hebat.

Kulihat bagian CD yang menyempit diselangkangan, terdapat noda-noda samar dan lendir bening tipis diatasnya, kuhirup dengan nikmat! kujilat, kuhisap seolah menjilat vaginanya dengan gemas, agak asin rasanya. Kulahap dengan ganas, kutarik, kugigit, oohh nikmatnya..

Kubentangkan CD yang mungil itu dan kutempelkan bagian selangkangan penutup vagina itu di penisku, woow! besarnya kotolku terlihat tak sebanding dengan lebar penutup vagina dibagian bawah celana dalam itu, rudalku terlihat terlalu besar untuk ukuran selangkangan para gadis itu, nafsuku menjadi meledak membayangkan begitu sesaknya jika rudalku memasuki vaginanya! tiba-tiba badanku bergetar hebat, sensasi yang luar biasa!!, penisku tak kuasa menahan muntahan lahar kenikmatan yang berdenyut-denyut mendesak keluar itu dan "Ah..! ah! nikmat sekali!". Terasa berliter-liter melesat keluar dibarengi sengatan gairah birahi dan terus kukocok-kocokkan serta kugesek-gesekkan rudalku pada celana dalam dan BH itu hingga getaran yang menyerang seluruh tubuhku membuat diriku terkejang-kejang tak terkendali.

Peluhku berluncuran diseluruh tubuhku, lemas, lega, bercampur aduk membuat rasa sensasi yang luar biasa di benakku, kubiarkan nafasku yang memburu perlahan berangsur normal, setelah beberapa menit terkulai lemas, aku mulai bangun, beranjak merapikan baju-baju kotor para gadis itu yang ikut terlempar berserakan saat aku mencapai orgasme hebat, kubersihkan ledakan dan ceceran lahar yang menempel pada CD dan BH dengan tissue agar tersamar, bagaimanapun aku tak ingin mereka tahu bahwa 'daleman' mereka telah kujadikan bulan-bulanan alat pemuas nafsu birahi dan yang pasti supaya mereka tidak curiga sehingga aku tetap bisa leluasa "menikmati" celana dalam dan BH kotor mereka selama menginap di hotel tempatku bekerja.

Sejak saat itulah aku menjadi tergila-gila untuk menciumi celana dalam kotor para gadis, katakanlah ada seorang gadis dengan bodi aduhai, cantik, menarik dan saat duduk roknya terbuka sampai terlihat celana dalamnya atau pada pantatnya terlihat garis celana dalamnya maka aku tidak terlalu tertarik padanya, yang ada di pikiranku justru,

"Andai aku bisa menciumi, menjilati, merasakan kelembutan celana dalamnya ah.. Betapa nikmatnya".

Celana dalam yang menjadi korbanku pun semakin banyak berjatuhan, aku semakin terobsesi untuk merasakan segala tipe cewek lewat celana dalam dan BHnya, aku merasa sudah ' merasakan' seorang wanita hanya dengan mencumbu dalemannya, bukankah celana dalam dan BH adalah barang yang paling pribadi? seolah dengan mendapatkannya aku pun telah menikmati tubuhnya.

Mulai dari wanita pribumi sampai dengan wanita bule kuperkosa dalemannya, ada yang aku ambil dari kopernya, cantelan kamar mandi, dan sebagainya. Aku tidak tertarik jika wanita itu sedang mens (soalnya enggak ada aromanya, pake softex sih), sehabis atau sebelum mens juga males! kurang menggairahkan aromanya, wanita yang habis ditiduri (merasa didahului), gemuk!, terlalu jorok, yang jelas aku suka yang sehabis dipakai wanita muda dan model CD atau BHnya tidak aneh-aneh.

Juga yang paling aku sukai adalah cara penyimpanannya karena kadang CD atau BH setelah dipakai dan belum dicuci tersebut disimpan rapi jali, tersembunyi sekali, menjadikan aku berdebar-debar saat mencarinya, ada sensasi tersendiri setelah agak susah mencarinya. Pernah suatu ketika aku mencarinya sampai isi tas aku ubek-ubek, ada duit 10 jeti disimpan disitu, ah tapi aku tak tertarik tuh! Gile ya.. Aku lebih senang si segitiga itu! Akhirnya tetap juga tidak aku temukan, hingga aku baru tahu, ternyata dia memakai segitiga yang dibikin dari kertas tissu yang banyak dijual di swalayan, waah! Dan dibuang di tempat sampah, ini juga aku tidak suka, aku lebih suka kain biasa yang mungkin di benakku terlintas bahwa celana dalam tissue tidak mempunyai nilai historis, pakai sekali langsung buang!

Kebiasaanku semakin parah saat aku bertugas di laundry, yang tadinya aku perlu mengetahui siapa pemilik celana dalam dan BH itu, agar pada saat berfantasi benar-benar nyata, maka sekarang celana dalam dan BH wanita siapapun asal ukurannya tidak besar, tidak sedang haid, dan baru saja dipakai, menjadi santapanku saat membongkar laundry bag. Aku mempunyai ruangan tersendiri yang bisa kukunci, sehingga aku dengan santainya membawa celana dalam dan BH itu keruanganku, biasanya kulakukan saat malam hari, wah kadang ada belasan celana dalam dan BH dalam semalam! berwarna-warni, menggairahkan! sampai-sampai aku perlu membuat catatan dahulu, supaya tidak tertukar-tukar saat mengembalikan ke dalam keranjangnya masing-masing.

Aku semakin bertambah berani dengan menyemprot CD dan BH itu dengan lahar kenikmatanku (toh pemiliknya tidak bakalan tahu), aku merasa puas saat melihat CD dan BH yang tak berdaya itu berbasah-basah dengan spermaku.

Apakah semua itu aneh? Apakah kebiasaan itu bisa hilang setelah aku berpacaran atau menikah? Ah.. Sudahlah yang penting sekarang libidoku tersalurkan supaya tidak jerawatan dan tidak menjadi pemerkosa yang sebenarnya. Aku merasa dengan daleman wanita untuk beronani perasaanku menjadi lebih santai (mungkin karena tidak akan ada penolakan, protes atau semacamnya, merasa bebanku lebih ringan karena tidak ada pihak yang dirugikan toh aku bermain dengan fantasi, lebih pribadi karena aku lebih tahu fantasi apa yang kusukai, aku merasa cukup hanya dengan mendapatkan 'daleman' wanita, serasa aku berhasil melumat kewanitaanya tanpa harus berkenalan, pendekatan dan sebagainya, mungkin karena aku suka minder dihadapan mereka ya? Dan yang pasti lebih murah! karena tinggal nyomot aja.

E N D

Aku Tidak Ingin Munafik

Hari Minggu ini aku libur, jadi aku bisa bangun agak siangan karena semalam aku memang tidur agak larut. Seperti biasa aku sibuk membuka email yang masuk dari para pembaca 17Tahun.com. Animo pembaca 17Tahun.com untuk kontak denganku memang luar biasa sekali hingga terus terang aku agak kewalahan untuk menyeleksinya. Ada beberapa pembaca yang penasaran dengan aktifitas dan kehidupan sex-ku, mereka menanyakan lewat emailnya hingga aku kesulitan juga kalau harus menjawabnya satu persatu. Mereka ada yang sepertinya peduli akan diriku, terima kasih deh!

Walau usiaku sudah beranjak 28 tahun, aku memang belum married. Sorry, bukannya aku tidak laku dan bukannya juga GR lho! Aku cukup cantik dan menarik, tinggiku 170 centimeter, bibirku tipis mungil menggairahkan. Bentuk buah dadaku indah, warna putingnya merah muda sedikit kecoklatan, hanya ukurannya yang aku sendiri tidak tahu, karena aku sejak kecil tidak pernah dan tidak suka menggenakan bra. Jadi hingga kini aku tidak pernah punya BH, karenanya seiali lagi aku tidak tahu ukuran payudaraku sendiri.

Cuaca kota Surabaya beberapa bulan belakangan ini memang sangat panas, terlebih di saat malam hari. Aku memang terbiasa tidur tanpa busana, terkadang paling hanya menggunakan celana pendek tipis yang bentuknya mini dan agak longgar, dengan tanpa menggunakan CD di dalamnya. Kupikir juga tidak ada gunanya aku tidur dengan memakai CD yang bentuknya juga sangat mini.

Aku memang memiliki banyak CD beraneka warna, tapi modelnya hanya ada dua macam saja, yang satu model G String yang bentuknya berupa seutas tali nylon yang melingkari pinggangku. Selebihnya tersambung seutas tali nylon lainnya yang melilit ke bawah melewati selangkanganku melalui belahan pantatku yang sintal, dan di ujungnya tersambung dengan secarik kain sutera tipis berbentuk segi tiga yang lebarnya tak lebih dari seukuran dua jari saja.

Aku bukanlah type wanita yang munafik, karenanya aku suka sekali dengan situs 17Tahun.com, di sini aku bisa mengekspresikan diriku yang sebenarnya tanpa perlu berpura-pura, yang menurutku adalah kemunafikan belaka. Sebenarnya kebutuhan sex antara pria dan wanita itu sama, hanya saja kaum pria lebih bebas menyalurkan hasratnya, apa lagi untuk membahasnya, namun ini sepertinya tidak berlaku bagi kaum wanita, sedangkan kebutuhan antara pria dan wanita itu sebenarnya sama saja, kenapa harus dijadikan sesuatu yang tabu? Ini tidak fair.

Semalam, walau sudah larut aku masih belum dapat memejamkan mata untuk tidur. Karena selain udara yang cukup panas sehingga AC seakan tidak mampu lagi memberi kesejukan dalam kamarku, juga karena guling yang kujepit di antara selangkanganku tiba-tiba memberikan rangsangan pada pangkal pahaku yang tanpa penutup itu.

Pelan-pelan gulingku kugesekkan naik turun di selangkanganku sehingga menambah kenikmatan. Kurang puas dengan apa yang kulakukan, gulingku kusingkirkan, kuubah posisi tidurku menjadi telentang, kutarik kakiku dan kutopangkan telapak kakiku di tempat tidur dalam posisi pahaku kukangkangkan selebar mungkin, sehingga posisi kemaluanku terbuka lebar dan vaginaku tampak jelas sekali dari arah depanku, namun sayangnya saat itu tidak ada orang yang memandanginya.

Tapi aku yakin bila ada lelaki siapapun dia, apabila saat itu memandangi pangkal pahaku yang terbuka lebar seperti itu pasti akan terangsang melihat vaginaku yang bersih. Bulu-bulu kemaluanku hanya tumbuh di bagian atasnya saja, bentuknya yang indah menempel menyeruak ke atas dengan rapi. Bila bibir vaginaku dikuakkan maka akan terlihat dinding vaginaku yang berwarna merah muda dan menggairahkan pria manapun untuk segera menjilatnya.

Kugosok klitorisku dengan menggunakan jari tangan kananku, sementara jari tangan kiriku kucoba untuk menyusup ke dalam liang vaginaku, kondisi liang vaginaku yang sudah basah oleh lendir birahi memudahkan jari-jariku masuk menembus ke dalamnya. Kukocok-kocokkan jari tangan kananku keluar masuk liang vaginaku sehingga cairan hangat berlendir yang keluar dari dalam rahimku semakin banyak saja membasahi liang senggamaku.

Aku merasakan akan mencapai orgasme, maka gesekan jari tanganku di ujung-ujung klitorisku pun semakin kupercepat. Demikian pula kocokan jari tangan kananku yang sejak tadi berada dalam liang vaginaku, kugesek-gesekkan ke dinding vagina bagian dalam, sesekali jari tengah dan telunjukku menggosok benjolan yang tumbuh di dalamnya. Aku merasa geli bercampur nikmat hingga rasanya seperti ingin kencing saja.

"Uu.. Uucch! Aa.. Aacch!"

Keringat dingin membasahi dahiku, badanku menggigil bagaikan orang kejang, pantatku kuangkat dan kugoyang-goyangkan berputar mengimbangi irama kocokan jari tangan kananku yang semakin cepat mengocok liang vaginaku. Dan vaginaku semakin basah oleh cairan bening yang mengalir semakin deras keluar hingga meleleh membasahi sprei tempat tidurku.

"Oo.. Oocch!"

Aku melenguh sambil melepaskan napas panjang melepaskan orgasmeku. Tzee.. Eerrt! Tzee.. Eerrt! Dapat kurasakan semburan di liang vaginaku hingga membasahi jari-jariku yang masih berada di dalamnya, cairan yang keluar sedikit agak kental, banyak sekali sehingga sprei di bawah pantatku lebih basah lagi.

Aku yakin kalau apa yang kuungkapkan selama ini di 17Tahun.com juga pernah dirasakan wanita lain, bahkan pernah juga dilakukan oleh wanita lain, hanya saja mereka tidak berani mengungkapkannya. Bisa dibayangkan bagaimana tersiksanya seorang wanita saat masa usia puber, dia juga butuh sentuhan dan belaian. Mereka juga butuh penyaluran atas libidonya, maka salahkah mereka bila melakukan masturbasi? Sedangkan mereka juga bisa terangsang, baik oleh pemandangan yang dia lihat maupun oleh tulisan erotis seperti yang ada di 17Tahun.com.

Namun selama ini rasanya jarang ada wanita yang berani berterus terang, itulah yang menjadi alasanku untuk bebas mengungkapkan keadaanku yang sebenarnya, dan aku bebas menentukan pasanganku untuk melampiaskan hasrat sex-ku. Namun bukan berarti aku begitu saja memilih pasanganku. Aku lebih suka memilih yang sudah berumah tangga, karena lebih yakin kalau mereka tidak membawa penyakit yang membahayakan. Selain itu aku lebih suka memilih mereka karena biasanya mereka sudah lebih matang dan dewasa. Yang jelas biasanya mereka sudah bisa lebih bertanggung jawab.

Tanggung jawab di sini yang kumaksud bukan kalau nantinya aku hamil akibat hubungan tersebut mereka harus bertanggung jawab, tapi tanggung jawab yang kumaksud adalah mereka melakukannya dengan tanpa banyak tuntutan seperti misalnya ingin menikahiku, ingin mengekangku dan sebagainya. Beda sekali dengan anak-anak muda yang masuh ingusan, biasanya ego mereka lebih tinggi, yang lebih pasti tuntutannya juga banyak sedangkan hak dan kewajiban orang lain sering mereka abaikan. Ini juga bisa kulihat dari email yang mereka kirim, maunya berkenalan tapi saat diminta memenuhi persyaratannya saja mereka langsung ngacir.

Banyak juga email yang datangnya dari kaumku, mereka curhat atas kehidupan sex-nya, mereka ingin tapi takut. Menurutku ini aneh, mengapa kita mesti takut? Yang penting kita melakukannya berdasarkan suka sama suka dan jangan ada tuntutan. Why Not? Seperti email yang datangnya dari Nina (nama samaran), Nina mengatakan kalau untuk mengatasi libidonya serta menyalurkan hasrat sex-nya, ia hanya melakukannya sebatas masturbasi saja. Pernah juga dia melakukan oral sex dengan mantan pacarnya, namun sampai hari ini dia masih merasa bersalah. Nina pernah meneleponku dan menceritakan pengalamannya saat dioral oleh pacarnya, Nina mengaku mendapatkan kenikmatan dan mencapai orgasme saat di oral tersebut.

Masih terbayang olehku cerita Nina saat bibir mulut pacarnya dengan penuh nafsu mengulum habis bibir vaginanya. Lidah pacarnya sengaja dijulurkan sepanjang mungkin saat mengulum bibir vaginanya. Lidahnya menyeruak masuk ke dalam liang vaginanya yang masih perawan itu. Pantat Nina terangkat seakan menyambut jilatan sang pacar, pahanya mengempit kepalanya sambil kedua tangan Nina menjambak rambut kepala sang pacar. Tarikan ini membuat kepala sang pacar lebih rapat lagi menempel di selangkangan Nina, sehingga muka sang pacar terbenam penuh di bagian luar vagina Nina.

Tangan kiri pacar Nina bergerilya di payudaranya yang berukuran 36, ujung puting susunya dipilin-pilin dengan jari hingga membuat Nina lebih menggelinjang lagi, pantatnya digesek-gesekkan sehingga bibir vaginanya lebih terasa digaruk oleh bibir mulut pacar Nina.

Tiba-tiba Nina merasakan ada sesuatu yang akan meledak dalam rahimnya, tak lama kemudian Nina merasakan seperti sedang kencing namun rasanya nikmat sekali. Inilah yang dinamakan orgasme. Akhirnya Nina pun mengalami orgasme yang pertama kali dalam seumur hidupnya, nikmatnya sungguh luar biasa kata Nina saat menceritakan pengalamannya padaku.

Kurasa masih banyak wanita di muka bumi ini yang mengalami hal yang sama dengan Nina, masih gadis dan masih malu-malu melakukan hubungan sex, walaupun berhubungan dengan metode yang paling aman sekalipun, seperti oral sex yang pernah dilakukan oleh Nina bersama pacarnya.

Terus terang aku merasa heran pada kaumku yang seperti ini, mengapa kita harus munafik? Di satu sisi kita mau bahkan merasakan sangat membutuhkan sebuah pelampiasan untuk melepas hasrat yang membelenggu, namun di sisi lain kita harus diliputi rasa takut dan was-was.

Memang harus diakui bahwa di negara ini hal-hal yang menyangkut masalah sex masih tabu dan dilarang dilakukan oleh wanita yang belum bersuami, namun tidak ada yang dapat memberikan solusi apa yang harus dilakukan oleh wanita yang belum bersuami untuk dapat menyalurkan hasratnya. Ini berbeda dengan kaum Hawa yang secara normatif seakan lebih bebas melakukan apa saja baik sebelum maupun setelah dia berumah tangga.

Terus terang bagiku ini tidak adil, karena sejujurnya kaum wanita juga memiliki hasrat yang sama tentang sex, mengapa mereka tidak boleh melakukan atau menikmatinya sebelum berumah tangga atau hanya boleh dilakukan dengan suaminya saja, sedangkan tak jarang kita ketahui banyak suami yang masih suka mencari yang lain di luar rumah. Sebagaimana pepatah mengatakan, rumput tetangga selalu lebih hijau daripada rumput di halaman rumah kita sendiri.


E N D

Aku Menjadi Obyek Masturbasi

Aku memasuki kamarku dan langsung kukunci dari dalam, kulepas T Shirt tanpa lengan yang kupakai dan kulemparkan begitu saja di tempat tidur. Payudaraku yang ranum berwarna sedikit merah muda di puting dan sekitarnya tampak menggairahkan. Aku memang sejak kecil tidak suka memakai bra hingga kini aku jadi tidak memiliki BH barang satupun, hingga begitu T Shirt kutanggalkan maka payudaraku pun langsung mencuat, ukurannya memang sedang-sedang saja namun bentuknya padat dan menggairahkan hingga dapat membuat setiap lelaki menelan ludah bila memandangnya, apa lagi ditunjang postur tubuhku yang sexy dengan tinggi 170 centimeter, yang cukup tinggi untuk ukuran seorang wanita.

Kuperosotkan dan kulepas hot pantsku yang mini model longgar di bagian bawah, hingga tampak jelas CD model G String warna merah yang saat ini kupakai. Bentuknya sangat mini dengan seutas tali nylon yang melilit di pinggangku dan ada ikatan di kiri dan kanan pinggangku yang ramping. Bulu-bulu halus kemaluanku tampak menyibak keluar dari sela sela secarik kain model segi tiga kecil yang tipis ukurannya, tidak lebih dari ukuran dua jari hanya mampu menutupi lubang vaginaku. Bentuk G String yang kupakai memang sangat sexy dan aku sangat suka memakainya, ditambah seutas tali nylon yang melingkar melewati selangkanganku tepat mengikuti belahan pantatku ke atas bagian belakang dan tersambung dengan tali nylon yang melingkar di pinggangku.

Dengan sekali tarik ikatan di kanan kiri pinggangku, maka tak sehelai benang pun kini menutupi tubuhku, CD kubiarkan tergeletak di lantai. Sambil telanjang bulat aku berjalan menuju lemari mengambil sebuah celana pendek mini yang longgar di bagian bawahnya yang terbuat dari bahan sutera tipis tembus pandang dan ada celah di bagian kiri dan kanannya dan tanpa kancing, hanya menggunakan karet elastis saja. Segera kukenakan sambil menyalakan komputer dan mengakses internet. Celana ini memang enak sekali dipakai di rumah saat tidur, dan aku biasa tidur dalam keadaan seperti ini, tanpa busana lainnya menutupi tubuhku, hanya ada celana pendek seperti yang kukenakan saat ini. Namun tak jarang juga aku tidur tanpa berbusana sama sekali dan langsung menyusup ke dalam selimut.

Seperti biasa, email yang masuk ke mail box-ku sangat banyak. Kubuka satu persatu, bagi pengirim yang belum pernah mengirim email kepadaku langsung kujawab emailnya dan kucantumkan persyaratanku bila ingin berkenalan dan mengobrol lebih lanjut denganku, sedangkan bagi yang sudah pernah kujawab emailnya namun tidak memenuhi persyaratanku tetapi tetap ngotot berkirim email ingin berkenalan lebih lanjut dan ber email ria, langsung saja kuhapus emailnya dengan tanpa memberikan reply. Demikian pula bagi yang mengirimkan pesan dengan menggunakan nomor HP-nya melalui SMS langsung saja kuhapus tanpa perlu membukanya terlebih dahulu. Aku malas membukanya karena membuang-buang waktu dan biaya, toh aku juga tidak bisa membalas pesannya kecuali dengan juga menggunakan SMS, untuk apa aku harus bersusah payah membuang-buang pulsa segala, pikirku.

Setelah selesai membuka dan membalas semua email yang masuk, kuputus akses dengan internet, namun komputerku tetap kunyalakan karena rencananya nanti selesai mandi aku akan mengaksesnya lagi, karena biasanya akan banyak lagi email yang masuk.

Kulepas celana yang kupakai dan aku memasuki kamar mandi yang ada dalam kamarku. Kunyalakan air hangat mengisi bathtub kamar mandiku. Sore ini aku ingin berendam sejenak sambil menghilangkan pegal-pegal yang ada di tubuhku. Kutorehkan bath foam secukupnya dalam air hingga berbusa. Saat aku menunggu penuhnya air, tiba-tiba handphoneku berbunyi.

Kalau kudengar dari deringnya, aku yakin ini datangnya dari salah seorang pembacaku, karena memang bagi pembaca yang sudah memenuhi persyaratanku, nomor handphonenya segera kumasukkan memory dan kukumpulkan dalam satu nada dering khusus. Kuambil hand phoneku yang tergolek di atas meja computer, dari layarnya tampil namanya Amin (nama samaran).

"Yaa..! Halloo..!", sapaku setelah menekan tombol Yes.
"Hallo..! Hai Lia..! Apa kabar..? Lagi ngapain nich?", sahut Amin dari seberang.
"Aku sedang mau mandi nich! Emangnya kenapa dan ada apa menelepon? Entar aja deh kamu telepon aku lagi ya, aku sudah telanjang bulat nich, sudah siap-siap mau berendam", belum selesai aku berkata, Amin langsung memotong pembicaraanku..
"Eee.. Eeh! Tunggu dulu dong! Biar saja kamu berendam sambil tetap ngobrol denganku", pinta Amin.
"Baiklah", jawabku menyetujui sambil meraih hands free kemudian aku masuk kembali ke kamar mandi.

Hand phone kuletakkan di meja wastafel dan kabel hands free menjulur ke arah telingaku, aku pun akhirnya berendam sambil mengobrol dengan Amin menggunakan hands free.

"Lia! Aku sekarang juga berjalan ke kamar mandi, sekarang di kamar mandi aku melepaskan celana dan CD-ku, kondisiku sekarang juga sudah bugil nich!", Amin mencoba menjelaskan keadaannya saat itu padaku.
"Emangnya gue pikirin, lagian ngapain kamu ikutan bugil di sana?", ujarku.
"Lia! Aku ingin melakukan onani sambil ngobrol denganmu, kamu tidak keberatan kan? Please! Sekarang penisku sudah selesai kubasahi dan kuoles dengan shampoo, sekarang mulai kuusap-usap sambil mengocok-ngocoknya, kamu juga cerita dong apa yang kamu kerjakan saat ini sambil memberiku rangsangan", pinta Amin lagi dengan memelas.

Mendengar penuturan Amin tadi, terus terang aku sempat membayangkan sejenak dan sedikit mulai terangsang hingga tanpa kusadari aku juga sudah mulai meremas-remas payudaraku. Karena aku memakai hands free, maka aku tetap masih bisa mengobrol dengan kedua tanganku tetap bebas bisa beraktifitas. Kuceritakan pada Amin kalau saat ini aku sedang meremas-remas kedua payudaraku yang juga sudah mulai mengeras, puting susuku mendongak ke atas dan mulai kujilati sendiri bergantian kiri kanan, aku merasakan ada aliran yang mengalir keluar dari liang senggamaku, pertanda aku sudah mengalami rangsangan hebat.

Sementara tangan kiriku tetap meremas-remas payudaraku, tangan kananku mulai turun ke bawah meraba dadaku, mengelus-elus sendiri pusarku, ke bawah lagi ke arah vaginaku sambil mengangkat kedua buah kakiku dan meletakkannya ke samping bathtub hingga posisiku sekarang terkangkang lebar hingga memudahkan tangan kananku mengelus bagian luar vaginaku yang sekitarnya ditumbuhi bulu-bulu halus. Jari-jariku turun sedikit mengusap-usap bibir vaginaku sambil menggesek-gesekkan klitorisku. Aku mulai melenguh menikmati fantasiku, gesekannya kubuat seirama mungkin sesuai dengan keinginanku. Tiba-tiba kudengar suara teriakan Amin dari seberang sana..

"Ooo.. Oocch! Liaa..! Aku orgasme nich!", suaranya makin lirih, rupanya di seberang sana Amin sudah berhasil mencapai puncaknya, gila! Dia sepertinya sangat menikmati penuturanku melalui telepon sambil terus melakukan aktifitasnya sendiri, mendengar suara itu aku menjadi semakin terangsang saja jadinya, jari tengah dan jari manis tangan kananku mulai kumasukkan ke dalam liang vaginaku yang sudah semakin berlendir, sementara jari telunjuk kupakai menggesek-gesek klitorisku. Rasanya benar-benar membuat darahku mengalir ke atas kepalaku. Pertama agak sulit masuk, namun lama-lama setelah melalui beberapa kali gesekan, bibir vaginaku pun semakin merekah sehingga memudahkan jari-jariku masuk menembus liang vaginaku.

Kumainkan jari-jariku di dalam vagina, kuputar-putar di dalam hingga menyentuh dinding-dinding bagian dalam vaginaku, rasanya tidak kalah dengan batang kemaluan yang pernah masuk dan bersarang dalam liang vaginaku, bahkan lebih hidup rasanya karena bisa kukontrol sesuai dengan keinginanku. Kugaruk-garukkan lembut pada dinding dalam vaginaku, ada kalanya kusentuhkan pada tonjolan sebesar ibu jari yang ada dan tersembul di dalam vaginaku, nikmat sekali rasanya.

Aku juga sepertinya akan segera mencapai puncak kenikmatan. Sekarang tiga jariku yaitu jari telunjuk, jari tengah dan jari manis tangan kananku kumasukkan seluruhnya ke dalam liang vaginaku, kutarik keluar masuk, kukocok-kocokkan makin cepat, sementara tangan kiriku juga mulai ikut aktif membantu, jari manis dan jari telunjuk tangan kiri kupakai menyibakkan bibir vaginaku, sementara jari tengahnya mengorek-ngorek klitorisku. Kocokan jari-jari tangan kananku semakin cepat. Aku terus melenguh.

"Ooh.. Oocch! Aa.. Aacch!", badanku berguncang keras sehingga air dalam bathtub banyak yang tumpah keluar membasahi lantai kamar mandiku.

Badanku menggigil hebat, sekali lagi aku melenguh panjang, dan aku pun mencapai orgasme. Badanku kini lemas tersandar di punggung bathtub. Dari seberang sana kudengar suara Amin menanyakanku..

"Gimana Lia, enak enggak?", Setan.., umpatku dalam hati, masa masih ditanya enak atau enggak?
"Lia..! Aku sekarang ke rumahmu ya? Kau kujemput dan kita check in terus melakukan hal yang sesungguhnya yuk", ajak Amin.

Aku menolak dengan halus ajakan Amin. Setelah berbincang sejenak aku pamit untuk mematikan telepon dengan alasan akan melakukan sesuatu. Akhirnya dengan berat hati Amin pun bersedia mematikan teleponnya, entah berapa banyak pulsa sudah yang dia habiskan untuk melakukan sex by phone denganku sambil beronani.

Terus terang saja walau sudah agak sering kontak dengan Amin dan kami juga sudah dua kali bertatap muka, aku sedikit pun tidak berminat berhubungan badan dengannya. Tingginya sekitar 165 centimeter, lebih pendek sedikit dariku, badannya agak sedikit gendut, usianya 32 tahun, sudah beristri dan beranak tiga. Wajahnya menurut ukuranku juga tidak ganteng, jadi biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa bagiku. Aku memang juga membutuhkan sarana menyalurkan libidoku namun tidak berarti aku bisa melakukannya dengan siapa saja.

Dalam permainan sex, aku benar-benar ingin menikmatinya, maka aku juga harus memilih pasangan yang benar-benar bisa menaikkan gairahku. Sudah berkali-kali Amin mengajakku make love (ML) tapi selalu kutolak dengan seribu satu macam alasan, namun aku tetap tidak mengutarakan alasan penolakanku, karena aku yakin dia akan langsung merasa malu dan tersinggung. Maka lewat tulisanku ini, buat seorang pembaca yang kuberi nama samaran Amin, aku mohon maaf dan aku harap kamu juga membaca tulisanku ini dan dapat mengerti.


E N D