Sabtu, 14 Juli 2007

Golkar Tantang Pakai Sistem Distrik
Minggu, 01 Juli 2007, 12:05:20 WIB


Jakarta, Rakyat Merdeka. Oleh kalangan "partai menengah", gagasan Presiden SBY menghapus sistem nomor urut dan menerapkan sistem suara terbanyak pada pemilu legislatif 2009 dipandang sebagai ide progresif. Namun, bagi parpol besar seperti Partai Golkar, gagasan itu dianggap bisa mendegradasi sistem kepemimpinan partai, mulai pusat hingga daerah.

Menurut Ketua Fraksi Golkar DPR Priyo Budi Santoso, paket RUU Politik untuk Pemilu 2009 hendaknya tetap menggunakan sistem proporsional terbuka terbatas. "Sebab, itu (gagasan SBY, Red) bisa membahayakan kaderisasi partai," katanya dalam acara silaturahmi 10 pimpinan fraksi DPR di kawasan Senayan, Jaksel, kemarin.

Dalam pertemuan tersebut, hadir pula Jhony Allen Marbun dari Fraksi Partai Demokrat, Jamaludin Karim dari Fraksi BPD, Ketua Fraksi PDS Pastor Saut Hasibuan, Ketua Fraksi PPP Lukman Hakim Saifuddin, Ketua FKB Effendy Choirie, Yuddy Chrisnandy dan Aziz Syamsudin dari FPG, serta Fachry Hamzah dari FPKS.

Jika kembali pada sistem proporsional terbuka terbatas, ujar Priyo, seorang calon anggota legislatif (caleg) akan lolos menjadi anggota dewan jika bisa melalui bilangan pembagi pemilih (BPP) 25 persen. Jika tidak lolos, lanjut Priyo, otoritas penentuan "caleg jadi" diberikan kepada masing-masing partai sesuai nomor urut yang telah ditentukan.

Jika dalam pembahasan paket RUU Politik itu pemerintah ngotot minta penerapan sistem suara terbanyak, Partai Golkar akan mengajukan sistem distrik. "Kalau mau sakti-saktian, ayo buktikan sekalian. Kami akan ajukan sistem distrik kalau pemerintah tetap minta penghapusan sistem nomor urut," kata wakil ketua Komisi II DPR itu.

Karena kekuatan politiknya mapan, Partai Golkar bersedia diajak bertempur di segala medan. Terkait dengan usul penggunaan parliamentary threshold (PT), Priyo mengakui partainya selalu siap. "Silakan saja mau pasang PT satu persen. Yang pasti, Partai Golkar tidak akan menindas partai baru," katanya. Karena itu, lanjut dia, semua sistem kepemiluan harus dipertimbangkan secara matang demi sehatnya demokrasi.

Ketua Fraksi PPP Lukman Hakim Saifuddin menyatakan cenderung mempertahankan penggunaan electoral threshold (ET) tiga persen. Yakni, persyaratan standar bagi partai politik untuk bisa mengikuti pemilu. "Tiga persen ET itu sudah logis," katanya kemarin. Kalaupun mau menggunakan parliamentary threshold, PPP berani memasang angka dua persen.

"Tapi, penggunaan PT itu bisa membahayakan partai-partai baru," katanya. Terkait dengan formasi daerah pemilihan (dapil), PPP menginginkan untuk tetap menggunakan sistem dapil seperti yang dipakai pada Pemilu 2004. Menurut Lukman, pembahasan paket RUU Politik itu hendaknya tidak diubah jika tidak diperlukan. "Ini kan hanya revisi, bukan membuat UU baru. Jadi, kalau tak perlu diubah, ya jangan diubah," ujarnya.

Menanggapi tantangan Partai Golkar untuk memasang sistem distrik, Ketua Fraksi PAN Zulkiefli Hasan mengaku siap. "Kalau menggunakan distrik murni, kami siap," tegasnya. jpnn

Tidak ada komentar: